REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai lebih senang mendengarkan masukan dari pembisik dibanding dari menterinya. Presiden dinilai mengambil keputusan dalam kondisi panik dan tanpa perhitungan matang.
Ini ditegaskan Ketua Dewan Pengurus Setara, Institute Hendardi, dalam siaran persnya yang diterima Republika di Jakarta, Rabu (6/5). ''Dua keputusan kenegaraan mutakhir SBY terkait penetapan calon Kapolri dan pembatalan kunjungan ke Belanda diambil secara mendadak, tanpa perhitungan matang, emosional dan menunjukkan kesan panik dari Presiden RI,'' tegas Hendardi.
Ditambahkan Hendardi, SBY mengabaikan masukan dari Kapolri dan Kompolnas dalam pemilihan calon Kapolri. Demikian juga, SBY mengabaikan masukan dari Kemenlu dan intelijen terkait pembatalan kunjungannya ke Belanda. SBY tampaknya lebih senang mendengar suara para pembisik yang ada di sekelilingnya.
''Ini preseden buruk dan merusak tata kerja kelembagaan negara. Mesti dilakukan evaluasi menyeluruh,'' papar Hendardi.