Rabu 06 Oct 2010 03:37 WIB

Tanpa Diprioritaskan, Anggaran Infrastruktur KA Minim

Rep: Citra Listya Rini/ Red: Djibril Muhammad
Kereta Api, ilustrasi
Foto: Antara
Kereta Api, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Masih belum diprioritaskannya kereta api (KA) menjadi sarana transportasi massal nasional, membuat pemerintah masih kurang memberikan anggaran. Akibatnya, keterbatasan anggaran ini menjadi kendala utama belum maksimalnya infrastruktur kereta api (KA) di dalam negeri. Alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 3,5 triliun dinilai masih jauh dari cukup.

"Kereta api masih belum diprioritaskan menjadi angkutan massal. Jadi, tidak heran kalau anggaran masih kecil dari pemerintah. Anggaran Rp 3,5 triliun itu sangatlah minim, jadi rencana hanya tinggal rencana saja," kata Pengamat Transportasi Massal dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna kepada Republika di Jakarta, Selasa (5/10).

Selama ini, lanjutnya, perencanaan pengembangan KA di Indonesia masih kurang. Pasalnya, perbaikan infrastruktur yang ada tidak mengacu kepada perencanaan, melainkan harus menunggu korban berjatuhan atau kecelakaan yang terjadi. "Ini perbaikan tunggu adanya korban dan kecelakaan dulu. Seharusnya kekuatan utama itu tekhnlogi dan peralatan yang mendukung. Termasuk juga rel-rel KA dan perbaikan sumber daya manusia (SDM)," urai Yayat.

Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Danang Parikesit mengatakan terdapat dua permasalahan penting yang harus dibenahi. Pertama, SDM masinis KA. Kedua, masalah infrastruktur KA yang belum maksimal. "Urutannya memang SDM. Kompetensi dan fitness (kondisi kesehatan) masinis itu penting. Jadi, kompeten tapi tidak fit itu akan membahayakan. Begitu juga fit tapi tidak kompeten lebih membahayakan," lugasnya.

Terkait masalah infrastruktur, Danang menyatakan pembangunan double track atau jalur ganda KA di Pulau Jawa harus segera dituntaskan. Namun, ia menyadari keterbatasan anggaran KA yang hanya Rp 3,5 triliun di tahun 2010 ini menjadi faktor kendala. "Selain itu, kesiapan regulator menyelesaikan PP (Peraturan Pemerintah) dan pemisahan aset PTKA dengan pemerintah ikut mempengaruhi," jelasnya.

Guna mengurangi angka kecelakaan KA, Kementerian Badan Usaha Milik negara (BUMN) dan PT Kereta Api (PTKA) berencana untuk mengadakan Automatic Train System (ATS). Adapun ATS ini ditujukan untuk mencegah terjadinya tabrakan KA ke depannya. "Ke depan, PTKA akan memberlakukan ATS secara mekanik dan elektrik, dalam waktu dekat kami akan memanggil pihak-pihak terkait untuk bisa membuat alat-alat tersebut," kata Menteri BUMN, Mustafa Abubakar di kantornya, Senin (4/10) malam.

Menurutnya, dengan adanya ATS ini nantinya lokomotif akan berhenti ketika kereta tersebut melanggar sinyal lampu merah sebagai tanda adanya tabrakan. Mustafa mengungkapkan sistem ini sebenarnya sudah tersedia di luar negeri, namun karena teknologinya mahal dan membutuhkan investasi yang besar, Kementerian BUMN membuka kesempatan kepada beberapa pihak supaya membuat alat tersebut di dalam negeri.

"Rencananya, KAI dan Kementrian BUMN akan mengundang ITB, Lembaga Elektronik Nasional (LEN) dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) untuk membicarakan pembuatan alat-alat tersebut," tuturnya.

Mustafa mengungkapkan belum bisa memperkirakan berapa besar nilai investasi pengadaan ATS. Dia mengatakan terlebih dahulu harus melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait. Menyinggung kasus kecelakaan KA di Pemalang dan Solo, Mustafa menguraikan pihaknya bersama PTKA akan mempresentasikan program kerja terkait peningkatan perseroan ke depan dihadapan wakil presiden pada akhir pekan ini.

"Kami membahas hal-hal yang telah dilakukan dan akan dilakukan. Kemudian untuk langkah terakhir, kami beserta PT KA akan presentasi dalam rangka peningkatan PT KA, baik jangka menengah dan panjang di depan wapres. Mungkin Kamis atau Jumat (pekan ini)," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement