REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komite Pengawasan (Komwas) Perpajakan mengimbau Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penelitian mendalam terhadap wajib pajak yang terungkap dalam persidangan Gayus Tambunan. "Pak dirjen jangan hanya melihat kasus pidananya, tapi lihat juga fakta-fakta di pengadilan, kan banyak itu dan bisa ditindaklanjuti. Misal, gayus tidak hanya menyebut satu perusahaan dimana dia terima uang. Perusahaan lain kan juga dia terima," ujar Ketua Komwas Perpajakan Anwar Suprijadi, Selasa (5/10).
Menurut Anwar jika terjadi kasus suap menyuap, maka ada masalah ketidakpatuhan baik yang dilakukan oleh Wajib Pajak maupun fiscus (petugas pajak). Ada data yang tidak benar dalam penyelesaian masalah pajak tersebut. Karena itu perlu diperiksa ulang, bukan soal pidananya di pengadilan tapi juga case pajaknya.
"Kalau pak Tjip memang nunggu terbukti dulu, kalau saya enggak. Itu kenapa terjadi suap menyuap, pasti ya pajaknya gak bener. Kalau pajaknya gak bener ya ngapain nyuap, mending beri infaq atau sedekah. Logikanya gitu aja. Ya itu gunanya pimpinan, harus pasang kuping, kalau tidak ya apa gunanya. Kalau nanti diaudit, itu bisa jadi novum baru," paparnya.
Menurutnya, Komwas akan segera menyampaikan rekomendasi formal kepada DJP terkait himbauan penyidikan kasus pajak yang diungkap Gayus di pengadilan, untuk ditembuskan juga ke Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Sekedar catatan dalam pengakuannya di sidang pengadilan negeri Jakarta Selatan Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, menyebut ada lima perusahaan yang menjadi sumber aliran dana Rp 28 miliar.
Tiga di antaranya berasal dari kelompok perusahaan Bakrie dan dua lainnya adalah konsultan pajak Roberto Santonius serta Mr Son dari PT Megah Citra Jaya Garmindo. Tiga perusahaan Bakrie, yaitu PT Kaltim Prima Coeal (KPC), Bumi Resources, dan PT Arutmin.