Selasa 05 Oct 2010 03:23 WIB

Keluarga Masinis Meminta Pertanggungjawaban Pejabat PT KAI

Rep: Rahmat Santosa Basarah/ Red: Budi Raharjo
KA Senja Utama yang rusak.
Foto: detik.com
KA Senja Utama yang rusak.

REPUBLIKA.CO.ID,KARAWANG--Tabrakan maut antara Kereta Argo Bromo Anggrek Jurusan Jakarta-Pekalongan dengan KA Senja Utama, di Stasiun Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah, menyisakan kesedihan bagi keluarga korban. Tak hanya korban, kesedihan tersebut juga meliputi keluarga Masinis KA Argo Bromo Anggrek, Mohammad Halik Rusdiyanto (50).

Pasalnya, tiga hari sejak peristiwa maut itu, keluarga putus komunikasi dengan instruktur masinis tersebut. Saat Republika, menyambangi kediaman Mohammad Halik Rusdiyanto, di Dusun Pundong Inpres RT 03/03, Desa Blendung, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, terlihat aktivitas anggota keluarganya. Dari luar, tampak keluarga ini begitu tegar atas peristiwa maut tersebut. Akan tetapi, saat ditelisik lebih jauh, isak tangis istri dan kedua putri Halik pecah dengan sendirinya.

Mereka tak percaya, suami dan juga ayah yang sangat dicintai itu, sampai saat ini tak jelas kabarnya. Pasalnya, tiga hari setelah tabrakan maut itu, Halik tak pernah mengirim kabar. Informasi yang diketahui keluarga, hanya dari tayangan pemberitaan televisi. Begitu juga, saat masinis ini ditetapkan menjadi tersangka oleh polisi di jajaran Polres Pemalang.

Dengan suara gemetar, Isteri Halik, Ade Sukarni (48), menuturkan, suaminya itu orang yang baik dan rajin beribadah. Laki-laki yang dinikahinya sejak 1985 itu, tak pernah sekalipun memarahi dirinya. Begitu juga dengan kedua putrinya, tak pernah ada kemarahan dalam keseharian Halik.

Karena itu, Ade tak pernah terima kalau suaminya saat ini menjadi orang yang paling bertanggungjawab atas peristiwa tabrakan itu. Apalagi, kepergian Halik ke Pekalongan itu berdasarkan instruksi atasannya. Dia harus mengawal masinis baru yang membawa KA Argo Bromo Anggrek dari Stasiun Jatinegara ke Pekalongan. ''Kami tak terima bila Bapak harus jadi tersangka. Apalagi, tersiar kabar Bapak bisa diancam lima tahun penjara,'' ujar Ade, Senin (4/10).

Ade meyakini, tabrakan maut itu murni bukan hanya kelalaian suaminya. Bisa saja ada faktor x, yang menyebabkan tabrakan itu terjadi. Akan tetapi, kenapa hanya suaminya saja yang harus menanggung beban, menjadi penanggungjawab (tersangka) atas kejadian tersebut.

Menurut Ade, suaminya itu bekerja di PT KAI bukan sehari atau dua hari. Melainkan, sejak 1981 Halik sudah menekuni pekerjaan di sektor moda perkeretaapian. Usai lulus sekolah dari SMKN I Karawang, Halik langsung bekerja menjadi montir di bengkel PT KAI. Seiring dengan berjalannya waktu, Halik diangkat menjadi asisten masinis sampai menjadi masinis.

Kemudian, Halik memegang jabatan sebagai Pengawas Dipo Lokomotif Jatinegara pada Seksi Sarana I Jakarta. ''Pada 2009 lalu, Bapak naik pangkat menjadi instruktur masinis Dipo Lokomotif Jatinegara. Jadi, soal kereta Bapak sangat berpengalaman,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement