REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi memprediksi situasi energi di Indonesia pasca 2030 sangat memprihatinkan. Saat itu Indonesia sudah menjadi negara pengimpor energi. "Pasca 2030 Indonesia diperkirakan sudah menjadi negara pengimpor energi karena produksi energi Indonesia yang sudah tak mampu lagi memenuhi konsumsi dalam negeri," kata Kepala BPPT Dr Marzan A Iskandar pada peluncuran Buku "Outlook Energi Indonesia 2010" oleh Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi BPPT di Jakarta, Jumat.
Pasca 2030 seperti diuraikan buku setebal 229 halaman itu, lanjut dia, batubara akan menjadi sumber energi utama bagi Indonesia dengan tingkat produksi batubara mencapai sedikitnya 517 juta ton per tahun. Cadangan batubara Indonesia hanya akan mencukupi hingga 20 tahun kemudian (sampai 2050).
Sementara itu, minyak bumi pasca 2030 akan mengalami defisit mencapai 650 juta setara barel minyak yang hanya ditutupi oleh impor, sedangkan untuk LPG, Indonesia juga diprediksi akan mengimpor hingga 70 persen dari kebutuhannya yang mencapai 10 juta ton.
"Prediksi dalam buku ini didasarkan fakta yang ada saat ini. Karena itu jika ada perubahan seperti temuan cadangan bahan bakar fosil baru atau PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) jadi dibangun, maka prediksi juga akan berubah," katanya.
Sementara itu, Deputi bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material BPPT, Dr Unggul Priyanto, mengatakan, buku tersebut juga menguraikan secara detil mengenai permasalahan kelistrikan di Indonesia, mulai dari produksi listrik hingga pada infrastruktur pembangkit listrik.
"Pada 2030 nanti Indonesia menghasilkan listrik hingga mencapai 687 Twh atau tumbuh 7,3 persen dari produksi 2009 yang mencapai 157 Twh dimana batubara akan menjadi bahan baku utama yang dominan sebagai pembangkit listrik dengan pangsa 45 persen," katanya.
Ia mengakui, dengan digunakannya batubara secara dominan, total emisi CO2 pada 2030 menjadi cukup tinggi, diperkirakan mencapai 1,2 miliar ton, di mana batubara menyumbang emisi CO2 hingga 844 juta ton atau 67 persen dari total energi pada 2030.
Energi alternatif yang sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai listrik menurut dia, adalah panas bumi yang akan naik secara signifikan dengan pangsa sekitar 13 persen (16 GW) meski 85 persennya berada di Jawa-Bali dan pembangkit listrik berbasis sampah rumah tangga (biomassa) yang pangsanya 0,2 persen.