Kamis 30 Sep 2010 06:40 WIB

Selesaikan RUU Keotonomian Yogya? Runutlah Maklumat 5 September!

Rep: Youbal Ganesha/ Red: Siwi Tri Puji B
Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Kerabat Kraton Ngayogyakarta GBPH Joyoksumo menyatakan, bila pemerintah ingin menyelesaikan soal RUU Keotonomian DI Yogyakarta, bisa dilakukan pemerintah dengan merunut kembali sejarah bergabungnya Kraton Ngayogyakarta dalam NKRI. ''Semuanya bisa dirunut, yakni berkaitan dengan Maklumat 5 September yang bunyinya sistem pemerintahan DIY adalah bersifat kerajaan,'' tuturnya

Melihat dari persoalan itu, katanya, maka  RUUK DIY bisa diselesaikan. Sebab, ini persoalannya bukan masalah pemilihan atau penetapan.   Persoalan lain, kata dia, sampai sekarang ini belum ada sistem pemerintahan daerah istimewa seperti apa. Yang ada adalah sistem pemerintah MDaerah Khusus Ibukota maupun Daerah Khusus Otonomi di Nangroe Aceh Darusalam (NAD) dan di Papua. ''Lha sekarang kalau Daerah Istimewa Yogyakarta, terus istimewanya dimana? Ini harus dijabarkan,'' katanya. ''Jadi bukan masalah penetapan maupun pemilihan, soal Sultan mau jadi gubernur atau tidak, semua dikembalikan kepada masyarakat Yogyakarta.''  

Oleh karena itu, apabila para pengambil kebijakan itu mau melihat dari basik awalnya pasti akan segera menemukan sistem pemerintahan daerah istimewa. "Misalnya, seperti Monaco, Sisilia itu jelas," ujarnya.

Lepas dari semuanya itu, lanjut dia, apapun keputusan RUUK DIY nanti pihaknya dan warga Yogyakarta tetap akan menghargai dan tetap konsisten dan melestarikan Maklumat 5 September, yang merupakan daerah yang bersifat kerajaan.

Menurut Joyokusumo, kalau sekarang Sri Sultan HB X mewacanakan perlunya dilakukan referendum untuk menentukan apakah jabatan gubernur di DIY dilakukan melalui penetapan atau pemilihan, semuanya sebenarnya adalah berkaitan juga dengan sejarah terbentuknya Keraton Ngayogyakarta.

Dulu, kata dia, pendiri Kraton Ngayogyakarta, Sultan HB I, baru mau menjadi sultan setelah diminta oleh para pendukungnya. ''Artinya beliau mendapat mandat dari rakyatnya untuk memimpin pemerintahan,'' tuturnya.

Katanya, kalau sekarang Sultan HB X mewacanakan referendum harus dilihat sebagai lanjutan dari sejarah itu, dimana di sini Sultan mengembalikan mandat tersebut kepada rakyatnya. ''Artinya adalah menjadi keputusan rakyat, apakah mereka mau dipimpin oleh Sultan sebagai gubernur atau tidak,'' tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement