Rabu 29 Sep 2010 06:15 WIB

Tunda Kenaikan Tarif, Serikat Pekerja KA Nilai Pemerintah Cuek

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Djibril Muhammad
Penumpang kereta api saat lebaran, ilustrasi
Foto: Antara
Penumpang kereta api saat lebaran, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Ketua Sarikat Pekerja PT KAI (SPKAI), Sri Nugroho mengatakan pemerintah kurang memperhatikan perkembangan kereta api di Indonesia. Padahal, kereta api menjadi andalan dan alternatif utama dari kemacetan yang kerap terjadi pada angkutan kendaraan bermotor.

Ia mencontohkan, hingga saat ini kereta api masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM) produksi tanpa subsidi dari pemerintah. Sehingga biaya operasional kereta api jauh lebih besar dari truk yang menggunakan BBM produksi yang disubsidi dari pemerintah.

"PT KAI seharusnya telah mengarah kepada bisnis oriented akan tetapi tetap dibebani dengan public service tanpa dibantu pemerintah," tegasnya.

Selain itu, dana Public Service Obligation (PSO) juga belum diterima PT KAI. Padahal, lanjutnya, dana tersebut digunakan untuk pelayanan publik. Namun karena harus menanggung dana tersebut, BUMN seperti PT KAI menjadi sulit berkembang.

Untuk pengembangan kereta api kelas ekonomi, PT KAI berencana untuk menambah jumlah dan frekuensi, khususnya kereta api dengan trayek jarak dekat. Pengembangan kereta api ini, katanya, dapat berpotensi untuk meningkatkan pendapatan mengingat masyarakat masih tergantung dengan angkutan massal murah ini.

"Pemerintah jangan terlalu lama menunda kenaikan tarif kereta api kelas ekonomi. Uangnya bukan untuk kita kok, tapi akan kembali kepada masyarakat dalam bentuk peningkatan kualitas," imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan dalan Surat Keputusan (SK)-nya No 54 Tahun 2010 menunda kenaikan tarif kereta api kelas ekonomi pada 23 September 2010 lalu. Terkait penundaan tersebut PT KAI mengaku bakal merugi sekitar Rp 120 miliar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement