REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Kepala daerah yang membiarkan kerusakan lingkungan di wilayah yang ia pimpin dapat dipidana dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2009 dan PP tentang Tata Cara Pengawasan dan Sanksi Administrasi di Bidang Lingkungan Hidup yang sedang digodok pemerintah. "Adanya ini (UU No.32 Tahun 2009) dan PP tentang Tata Cara Pengawasan dan Sanksi Administrasi di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang sedang digodok pemerintah, bisa menjerat kepala daerah jika membiarkan pengrusakan lingkungan hidup di wilayahnya," kata Menteri Lingkungan Hidup Gusti Mohamad Hatta, di Bandung, Selasa.
Oleh karena itu, kata Gusti, untuk mempersempit terjadinya tuntutan, para kepala daerah harus lebih memperhatikan masalah administrasi. Ia menjelaskan, untuk pengrusakan lingkungan yang menyangkut Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), sebuah kota/kabupaten merupakan tanggungjawab wali kota/ bupatinya.
Jika Amdal tersebut sudah menyangkut dua kota dalam satu provinsi, maka hal tersebut menjadi tanggungjawab gubernur, dan seterusnya.
Menurut Gusti, dengan adanya undang-undang ini memang sedikit mempersempit ruang para pengusaha yang ingin membuka usaha baru, lantaran harus meminta izin untuk lingkungan hidup.
"Permohonan izin ini, nantinya akan diatur dalam peraturan pemerintah, yang kini tengah disusun secara detail. Namun, ini tidak berarti pemerintah ingin mempersulit dunia usaha," katanya. Dikatakannya, pembuatan PP ini melibatkan beberapa ahli untuk bisa memprediksi kerugian yang bakal diderita jika terjadi kerusakan lingkungan hidup.
Oleh karena itu, jika nanti ada satu pohon karet yang ditebang untuk kepentingan industri, harus dihitung ganti ruginya, sesuai dengan prediksi jika pohon itu tidak ditebang. "Sehingga, tidak ada hukuman yang terlalu ringan untuk para pengrusak lingkungan, terutama lingkungan yang mengandung keanekaragaman hayati. Karena kerusakan lingkungan seperti ini, terkena sanksi internasional," ujarnya.