Selasa 28 Sep 2010 22:47 WIB

Pancasila Perlu Serius Direvitalisasi

Rep: Yulianingsih/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Pancasila baik sebagai dasar Negara maupun ideologi membutuhkan revitalisasi serius dengan upaya pemahaman yang radikal atau mengakar sampai ranah alam pikiran keindonesiaan sebagai pembentuk Pancasila, agar kedudukannya sebagai paradigma bernegara bangsa semakin kukuh dan valid.

Demikian hasil rekomendasi pada seminar nasional Revitalisasi Pancasila yang diselenggarakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan Pusat Pengkajian dan Pembudayaan Pancasila Taman Siswa (P4Ts) Yogyakarta, 25 September 2010 lalu di Yogyakarta.

Seminar yang dibuka oleh Ketua Majelis Luhur Taman Siswa Ki Tyasno Sudarto disaksikan Wakil Sekjend MPR Eddie Siregar diikuti sekitar 500 peserta terdiri dari para tokoh Taman Siswa, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemerintah daerah dan kalangan akademisi dari beberapa perguruan tinggi serta anggota MPR RI itu juga menghasilkan beberapa rekomendasi lain.

Rekomendasi yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh Taman Siswa antara lain Ki Prof Dr Soebronto Prodjoharjono,MSc, Ki Drs Slamet Sutrisno,MSi dan Ki Dr Sahedhy Noor SK, MM ini didasarkan atas hasil dialog antara peserta seminar dengan para nara sumber yang hadir dalam kesempatan itu. Beberapa nara sumber yang hadir antara lain, Lukman Hakim Saefuddin SH (Wakil Ketua MPR-RI), Ki Slamet Sutrisno MSi (Ketua II P4Ts), Ki Prof Dr Wuryadi MS (Ketua III Majelis Luhur Taman Siswa), Prof Dr Joko Siswanto (UGM), dan Dr Daud Aris Tanudirjo MA (UGM).

Rekomendasi kedua yang dihasilkan seminar tersebut adalah, konstitusi Negara dalam hal ini UUD 1945 sebagai living constitution wajar menjalani perubahan sesuai kehendak jaman tanpa mengabaikan margin of tolerance sedemikian rupa, sehingga tidak mengusik kodrat nilai-nilai dasar Pancasila itu sendiri. Tanpa cermatan dan keawasan (alertness) tersebut perubahan konstitusi berisiko rancu dan tidak mencerahkan. Karenaya diperlukan pencermatan ulang terhadap hasil-hasil amandemen selama ini.

Ketiga, akulturasi adalah watak dasar kebudayaan Indonesia yang mewujudkan Pancasila sebagai kristalisasi sistem nilainya yang bergerak transformatif dari entitasnya sebagai jatidiri budaya dan etnis menjadi jati diri bangsa dan Negara. Proses pewarisannya melalui wahana budaya khususnya enkulturasi dan keteladanan.

Keempat, kemajuan ilmu dan teknologi memunculkan watak materialisme, perusakan lingkungan, kreasi hayati, erosi genetic, luberan informasi, dan robotisasi manusia. Dengan dominasi peradapan iptek telah terjadi invaliditas etik sehingga diperlukan gaya berpikir baru yang memberikan pencerahan agar perkembangan iptek sekaligus memanusiakan manusia dan lingkungannya.

Kelima, pembelajaran Pancasila harus membumi dan amalannya harus berdampak langsung pada peningkatan harkat dan martabat. Oleh karena itu pendidikan perlu diarahkan pada proses memanusiakan manusia, memberikan porsi pewarisan nilai-nilai budaya, budi pekerti luhur, tradisi, sejarah, dan keselarasan. Perlu dialektika kreatif antara modernitas global dan kearifan kebangsaan guna memajukan masyarakat sebangsa.

Rekomendasi keenam, munculnya konsep link and match misalnya, telah mendorong proses pendidikan lebih diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan pasar tenaga kerja, bukan pada pemenuhan pembentukan pribadi yang lebih memanusiakan manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement