REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR-- Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI-AD bersama mitra Australianya, Special Air Service Australia, akan menggelar operasi latihan bersama antiteror 'Dawn Komodo-10' yang menjadi ajang kerja sama operasi penanggulangan terorisme di kedua negara.
"Relatif tidak ada yang baru dalam latihan ini karena prosedur operasi standar seperti ini sudah sama-sama dikuasai. Mungkin cuma medan latihannya saja yang baru dan Bali dipilih karena pulau ini telah menjadi pulau komunitas internasional," kata Kepala Dinas Penerangan Komando Pasukan Khusus TNI-AD, Letnan Kolonel Infantri Teguh di Denpasar, Senin (27/9).
Komando Pasukan Khusus TNI-AD bersama Special Air Service Australia akan menggelar latihan itu pada Selasa pagi (28/9) besok, di apron Terminal Internasional Bandar Udara Internasional Ngurah Rai Bali. Sebanyak 50 personel pasukan elit TNI-AD dan unsur pendukung bersama 20 personel SAS Australia akan terlibat dalam latihan bersama itu.
Beberapa pucuk pimpinan TNI-AD direncanakan menyaksikan langsung operasi latihan bersama itu, yaitu Komandan Komando Pasukan Khusus TNI-AD Mayor Jenderal TNI Lodewijk Paulus, Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana Mayor Jenderal TNI Rachmat Budiyanto, dan Wakil Kepala Staf TNI-AD Letnan Jenderal TNI Suryo Prabowo. Dari Angkatan Darat Australia, Komandan Komando Operasi Khusus Australia Letnan Jenderal MacOwen, dengan beberapa perwira menengahnya juga hadir.
Skenario induk latihan itu adalah pembebasan sandera di dalam satu pesawat terbang komersial yang dipaksa 15 teroris mendarat di Bandar Udara Ngurah Rai, Bali. Penyanderaan itu sendiri telah terjadi dua hari sebelum perintah Panglima TNI dikeluarkan kepada Komando Pasukan Khusus TNI-AD untuk menanggulangi aksi teror itu.
Teroris menuntut pemerintah Indonesia memberikan pilot cadangan, bahan bakar, obat-obatan, dan makanan-minuman sebelum pesawat terbang komersial itu diterbangkan ke luar negeri. Seluruh pemakai jasa penerbangan di dalam pesawat terbang dan awak pesawat terbang disandera.
"Mereka juga menuntut pembebasan para tahanan dan narapidana yang terlibat dalam aksi teror dibebaskan. Pemerintah kita menolak tegas dan langsung memerintahkan pasukan khusus untuk merancang operasi pembebasan sandera dan melaksanakannya dengan risiko seminimal mungkin," kata Teguh menceritakan.
Karena sebagian besar pemakai jasa yang disandera adalah warga negara Australia, maka SAS Australia diminta pemerintahnya untuk dilibatkan. "Koordinasi langsung cepat bisa dilakukan karena sebagai prajurit profesional di aspek ini, telah terlatih dengan prosedur operasi yang sama. Bahkan bahasa yang dipakai adalah Bahasa Indonesia," ujarnya.
Setelah perintah diberikan, puluhan personel militer gabungan kedua negara langsung dikerahkan ke lokasi memakai dua helikopter Mil Mi-17, dua Bell B-412, dan dua NBO-205 dari Pusat Penerbangan TNI-AD. Tidak hanya itu, beberapa kendaraan perintis, kendaraan penjinak bahan peledak, ambulans, dan lain-lain juga dikirim.
"Seluruh operasi pelumpuhan dan pemusnahan teroris dari awal pasukan diterjunkan memakai helikopter hingga evakuasi akhir memakan waktu tidak lebih dari 15 menit saja. Bahkan aksi murni penanggulangan terornya cuma tiga menit saja," tutur Teguh.