REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kasus penganiayaan dan pemerkosaan terhadap Winfaidah, TKI asal Lampung, di Penang Malaysia, dianggap sebagai bukti gagalnya moratorium pengiriman TKI ke Malaysia. Dari hasil investigasi Migrant Care, Winfaidah diketahui berangkat ke Malaysia pada masa moratorium.
Direktur Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan awalnya Winfaidah diberangkatkan oleh PT Nuraini Indah Perkasa ke Singapura pada Oktober 2009. "Namun dipulangkan ke Batam karena tidak lulus uji bahasa Inggris," kata Anis dalam unjuk rasa menuntut keadilan bagi Winfaidah di depan Kedutaan Besar Malaysia, Jakarta, Kamis (23/9).
Selanjutnya, PT Nuraini Indah Perkasa mengirim Winfaidah ke Penang melalui Johor Baru. Di Johor Baru, Winfaidah dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di rumah milik Kim Pooh di Sungai Petani Pulau, Penang, Malaysia. Namun Winfaidah hanya bekerja di situ selama tiga bulan. "Dia sering mendapat penganiayaan, dipaksa makan babi, dan selalu dimarahi," tukas Anis.
Lalu pada Februari 2010, Winfaidah berpindah tempat kerja. Kali ini dia bekerja di daerah Nibong Tebal, Penang. Namun ternyata dia tetap mendapat penganiayaan dan perkosaan dari majikan barunya. Akhirnya pada 13 September, Winfaidah ditemukan di dekat Taman Nibong Tebal dalam keadaan kritis, baik fisik maupun mental.
Selain Winfaidah, Anis menyatakan terdapat ribuan TKI ilegal lain yang masuk ke Malaysia pada masa moratorium. "KBRI Kuala Lumpur mencatat, selama moratorium ada sekitar 5 ribu PRT yang dikirim ke Malaysia," jelas wanita berambut pendek itu.
Dia menilai, kebijakan moratorium selama ini hanya berjalan sepihak. "Sementara Malaysia merasa tak memiliki tanggung jawab mematuhi moratorium," paparnya.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah bertindak tegas dalam kasus Winfaidah. "PT Nuraini Indah Perkasa harus diinvestigasi secara menyeluruh karena telah menempatkan Winfaidah pada masa moratorium," ujarnya. Selain itu, dia berharap kasus ini dapat dijadikan titik balik penuntasan pembahasan revisi MoU antara Indonesia dan Malaysia.