Senin 20 Sep 2010 22:58 WIB

DPR Belum Terima Nama Calon Pengganti Kapolri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Dua nama pengganti Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji, hingga saat ini belum diserahkan ke DPR. Padahal kedua pemimpin lembaga penegakkan hukum tersebut akan berakhir pada Oktober mendatang.

"Calon Kapolri, secara resmi DPR belum terima dari pemerintah," kata Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung di Gedung DPR, Jakarta, Senin (20/9).

Kendati demikian, Pramono mengatakan, pimpinan DPR RI sudah melakukan komunikasi dengan pihak istana terkait calon Kapolri tersebut. "Kita sudah melakukan komunikasi dengan Menteri Sekretaris Negara," ujarnya.

DPR, berharap nama calon Kapolri tersebut sudah sampai ke DPR dalam pekan ini. "Harapannya, dalam minggu ini, sebelum hari Kamis (23/9), kalau tidak akan tertunda lagi dan itu akan memperlambat proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) karena pertengahan Oktober Kapolri Bambang Hendarso Danuri sudah habis masa jabatannya," kata Pramono.

Mengenai nama, dirinya mendengar telah mengerucut menjadi dua nama. "Soal satu atau dua orang, itu hak Presiden," ucap mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini.

Dua nama calon Kapolri yang sering disebut-sebut adalah Komjen Pol Imam Soedjarwo dan Komjen Pol Nanan Sukarna. "Kalau melihat dua nama yang berkembang, keduanya punya kapasitas untuk diajukan. Penelusuran terhadap rekam jejak mereka harus diperhatikan," imbuhnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum tentu akan mengirim nama calon Kapolri kepada DPR RI pada hari ini (Senin). "Belum tentu hari ini. Dibutuhkan kehatian-hatian yang tinggi, karena masalah ini (pencalonan Kapolri) menarik perhatian masyarakat luas. Bukan berarti Presiden plin-plan," tutur Julian.

Sementara, mengenai calon Jaksa Agung, Pramono tidak mempermasalahkan asal muasal jaksa agung apakah dari internal (jaksa karier) atau eksternal (non karier). "Soal Jaksa Agung, baik dari jaksa maupun aktivis tidak perlu berpolemik, soalnya untuk memilih Jaksa Agung adalah hak Presiden, tidak perlu dikotomi jaksa karier atau nonkarier tapi bagaimana bisa mereformasi kejaksaan," terangnya.

Namun ia mengaku, ada kelebihan dan kekurangan bila Jaksa Agung dari internal atau eksternal. "Memamg ada untung rugi kalau dari jaksa agung dari internal dan eksternal. Kalau dari internal, bisa tahu apa yang harus dikerjakan tapi kelemahannya dalam mengambil keputusan karena pertemanan dan perkoncoan. Kalau dari luar bisa terbentur pada penolakan internal. Tapi kalau ada petisi atau penolakan itu tidak dewasa dan akan merugikan instansi kejaksaan sendiri," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement