REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN-- Kasus penusukan pendeta Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Bekasi diminta untuk tidak dipolitisasi. Karena, hal itu dinilai dapat menghancurkan kerukunan hidup antarumat beragama di tanah air.
"Kami berharap tidak ada pihak-pihak yang mencoba mempolitisasi kasus ini yang seolah-olah sebuah persoalan besar hingga harus ditangani pemerintah pusat. Padahal ini hanya masalah lokal yang dapat ditangani pemerintah setempat," imbuh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Hj Meilizar Latif, anggota DPRD Sumut, di Medan, Kamis (16/9).
Kecenderungan tersebut, dilihat dia, dari kasus yang hendak dibawa ke pusat dan dibesar-besarkan. Apalagi, belakangan aksi unjuk rasa marak terjadi, termasuk yang berlangsung di DPRD Sumut, Rabu (15/9) kemarin.
"Itu kasus kiriminal murni yang mestinya hanya perlu ditangani aparat kepolisian setempat. Pelakunya memang pantas dihukum sesuai aturan yang berlaku, karena hukum harus ditegakkan," imbuhnya.
Ditegaskan politikus Partai Demokrat ini, kasus penusukan terhadap pendeta HKBP di Bekasi merupakan tindakan kriminal yang berawal dari perseteruan antarmasyarakat. Sementara mengenai kisruh yang terjadi menyangkut rencana pembangunan gereja, ia mengaku hal tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah daerah setempat untuk menyelesaikannya.
"Masalah ini bisa diselesaikan pemerintah setempat mulai dari tingkat kelurahan atau paling tinggi oleh pemerintah kota. Jadi jangan dipolitisasi, apalagi hendak dibawa seolah-olah menjadi kasus nasional," tutur Meilizar.
Seperti diberitakan sebelumnya, Asiah Lumbuan Toruan (49) dan Pendeta HKBP Luspida (40), telah menjadi korban aksi penusukan di Jalan Raya Pondok Timur Asam, Kelurahan Cikeuting, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Minggu (12/9) lalu sekitar pukul 08.45 WIB.