REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Umat Islam sebagai mayoritas di Indonesia sudah cukup toleran menyikapi perbedaan dan keberadaan masyarakat non Muslim. Sebab, ajaran Islam secara tegas menuntut para pemeluknya bersikap toleran dan menghormati agama lain.
Demikian disampaikan Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDI), Syuhada Bahri. Menurut dia, justru kerukunan antarumat beragama terjaga karena mayoritas warga negara Indonesia adalah umat Islam.” Itu fakta penelitian orang Belanda bukan mengada-ada,”ujar dia saat dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (15/9)
Syuhada mengatakan, meskipun semua kalangan mengecam semestinya tindakan kriminal terhadap jemaah Huria Kriten Batak Protestan (HKBP)disikapi secara proporsional. Tidak boleh dilihat ujung persoalan dari sisi penusukan saja. Sebab, pemicu kejadian anarkis itu adalah ketidakpatuhan dan pelanggaran terhadap aturan dan izin pendirian rumah ibadah.
Jika yang ditonjolkan adalah tindak kriminal dan mengenyampingkan inti faktor pemicu tadi maka memunculkan kesan sikap intoleransi warga Muslim. Bahkan bukan tidak mungkin, sikap melihat sebelah mata persoalan mengakibatkan hukum tak lagi bergigi dan hukum rimbalah yang berlaku.
Syuhada memaparkan, di berbagai hal umat Islam sudah sangat toleran. Sebagai contoh, sebuah sekolah Muhammadiyah di Kupang, Nusa Tenggara Timur menyediakan guru pengajar bagi murid Kristiani. Hal itu dilakukan sebagai implementasi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang menjamin peserta didik memperoleh pelajaran agama sesuai dengan guru dan keyakinan masing-masing. Namun, sebaliknya hal tersebut acapkali tidak didapatkan oleh murid Muslim di lembaga-lembaga pendidikan Non Muslim tak terkecuali sekolah-sekolah Kristen.”Kita selalu toleran tak tidak tahu kalau umat yang lain,”ujar dia.