REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana mengatakan bahwa Indonesia perlu melakukan evaluasi atas bantuan luar negeri. "Belajar dari pemberitaan Sydney Morning Herald yang mengabarkan bahwa Kedutaan Besar Australia mengirim stafnya untuk melakukan pengecekan atas penyiksaan yang dilakukan oleh anggota Detasemen Khusus 88 Polri terhadap tahanan pelaku separatisme, pemerintah perlu melakukan evaluasi atas bantuan dari luar negeri, terutama dari Australia," katanya.
Menurut dia, pemerintah perlu menyadari tiga hal dalam menerima bantuan luar negeri, baik berbentuk uang maupun non-uang seperti pelatihan dan bantuan ahli. Pertama, bantuan luar negeri bukanlah "free lunch" atau makan siang gratis dari negera pemberi kepada Indonesia.
Ia mengatakan prinsip yang harus dipegang bantuan luar negeri akan menciptakan ketergantungan bagi Indonesia.
"Ketergantungan Indonesia berarti rentannya kedaulatan politik, ekonomi, hukum, sosial, bahkan ideologi untuk diintervensi negara pemberi bantuan," katanya.
Kedua, ia mengatakan bahwa negara pemberi bantuan mempunyai akuntabilitas terhadap rakyatnya. Bila rakyat mereka merasa bantuan disimpangi maka pemerintah akan diminta untuk melakukan intervensi atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
Terakhir, menurut dia, bantuan luar negeri sebenarnya dijadikan instrumen agar Indonesia berada di depan dalam menghadapi berbagai masalah. Sebagai contoh Pemerintah Australia memberi bantuan di bidang keimigrasian sebenarnya dalam rangka mencegah masuknya para imigran ilegal ke Australia. "Demikian pula dengan bantuan untuk pencegahan flu burung agar Indonesia menjadi garda terdepan bagi Australia dari wabah penyakit tersebut," demikian Hikmahanto Juwana.