Rabu 15 Sep 2010 01:12 WIB

Ide Pencabutan Aturan Izin Tempat Ibadah Dinilai Emosional

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: irf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wacana pencabutan dan peniadaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No 8 dan No 9 Tahun 2006 yang mengatur izin pendirian rumah ibadah dinilai tergesa-gesa dan emosional. Apalagi, PBM tersebut merupakan hasil kesapakatan para pemuka agama dan pemimpin majelis-majelis agama.

Menurut Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag), Abdur Rachman Mas'ud, justru seharusnya PBM didorong menjadi undang-undang bukan malah ditiadakan. ”Jika dicabut ini berarti kemunduran bagi kerukunan umat beragama di Indonesia,” jelas dia saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (14/9)

Mas'ud mengemukakan, draft yang termaktub dalam PBM itu sembilan puluh persen murni hasil kesapakatan tokoh agama dan tidak campur tangan pemerintah. PBM sendiri tercetus melalui proses panjang. Terhitung sejak tahun 2005 hingga 2006, sebanyak sebelas pertemuan telah digelar. Tidak terdapat unsur diskiriminasi terhadap satu pun agama. Sebab, tujuan utama PBM adalah mempertahankan kerukunan dan menjaga keharmonisan antarumat beragama.

Kata dia, titik persoalannya adalah ketidakpatuhan pada PBM. Penyebabnya bisa beragam termasuk minimnya sosialisasi keberadaan PBM. Berdasarkan penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2007 tentang efektifitas sosialisasi PBM disimpulkan, sosialiasi tentang PBM menyumbang terciptanya kerukunan antarumat beragama sebesar 17,4 persen. Angka tersebut sangat signifikan, mengingat masalah izin pendirian rumah ibadah sebagai point terpenting PBM dianggap sebagai titik rawan terjadinya konflik agama di Indonesia.

Oleh karena itu, ungkap Mas'ud, idealnya PBM tersebut dijadikan undang-undang. Langkah ke arah sana saat ini sudah ditempuh pemerintah. Atas inisiatif DPR, dalam waktu dekat akan dirumuskan Undang-undang Kerukunan Umat Beragama. Namun demikian, yang terpenting masing-masing pihak harus mentaati kesepakatan dalam PBM. “Dialog dan silaturahim juga harus digalakkan agar tidak terjadi salah paham,” papar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement