REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Hukum dan HAM bakal tetap memberlakukan aturan pemberian remisi yang sama bagi koruptor. "Menkumham tentu mengikuti pemikiran yang berkembang sejalan dengan prinsip-prinsip hukum dan demokrasi. Remisi kepada napi merupakan ketentuan yang berlaku secara universal dan diberikan tanpa diskriminasi," Kabiro Humas Kemenkum HAM Martua Batubara,Senin (23/8).
Mengenai remisi, ujar Martua, ketentuan hukum mengatur secara jelas bahwa hak napi memperoleh remisi karena perwujudan dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Seperti yang dijamin dalam UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar meyakinkan, pertimbangan untuk memberikan remisi telah matang sebelum diberikan. "Sebelum data diberikan ke saya, mereka (Dirjen Pas) rapat umum dulu, itu melibatkan Balai Pemasyarakatan. Ini berbulan-bulan lho prosesnya," imbuhnya.
Untuk itu, lanjutnya, dia menolak jika pemberian remisi tahun ini dinilai sebagai remisi obralan bagi sejumlah pihak. "Yang benar adalah melaksanakan aturan hukum," katanya.
Di samping mengandalkan pertimbangan pihak internal, kata Patrialis, Kemenkum dan HAM juga berkoordinasi dengan KPK, terkait terpidana koruptor yang menjadi tahanan KPK. Dua minggu sebelum keputusan dikeluarkan, Kemenkum dan HAM telah mengirimkan sejumlah nama terpidana koruptor yang akan mendapat remisi maupun yang dibebaskan. "Kita sudah kasih nama-nama itu ke KPK dua minggu sebelum diputus. Kalau ternyata dari nama-nama tersebut ada yang belum membayar denda atau uang pengganti ya kita batalkan remisinya,"urainya.
Soal rencana pemanggilan dirinya oleh DPR terkait pemberian remisi untuk koruptor, Patrialis menyatakan siap. "Saya justru senang, dengan begitu semuanya jadi lebih clear," katanya.