REPUBLIKA.CO.ID, BALAI KARANGAN, SANGAU--Sejumlah warga di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Sanggau, memilih membeli gula dari Malaysia yang harganya relatif murah daripada membeli gula lokal yang harganya lebih mahal. Seorang pedagang kelontong, Ardi, di Sekayam, Sanggau, Jumat (20/8) mengatakan tidak berani menyimpak stok gula lokal, karena harga yang tergolong tinggi dan belum stabil.
"Harga gula lokal saat ini sudah Rp12.000 per kilogram, sedangkan gula dari Malaysia Rp10.000 per kilogram," katanya. Naiknya harga gula lokal hingga tembus di atas Rp10.000 per kilogram, menjadi pembicaraan masyarakat setiap kesempatan, baik di pasar, kantor maupun di rumah tangga.
Dengan kenaikan harga yang begitu tinggi tersebut, menyebabkan kebanyakan para pedagang juadah (kue) Ramadhan mengeluh. "Harga lokal terlalu tinggi," kata Ida, penjual kue di kawasan simpang tiga Balai Karangan.
Ardi, pedagang sembako, mengakui dengan menjual gula dari Malaysia, pihaknya sudah menyalahi aturan.
Namun ia berharap agar pemerintah dan pihak berwenang memberikan perlakukan khusus bagi Kalbar untuk memasok gula sendiri dari Malaysia.
Ia mengaku terkejut saat tahu harga gula lokal semakin tinggi. Sementara warga tidak mau membeli gula denga harga tinggi tersebut. Warga lebih memilih membeli gula dari Malaysia yang harganya lebih murah Rp2.000 per kilogram.
Sementara itu, Ratna, warga Entikong, menyatakn kesulitan menyiapkan penganan untuk berbuka puasa dan menyambut Lebaran dengan harga gula yang tinggi. Untuk persiapan berbuka dan membuat kue Lebaran, kata Ratna, membutuhkan bahan baku gula yang tidak sedikit. Akibat kenaikan harga bahan pokok, kue yang akan dibuat untuk menyambut Lebaran pun akan berkurang.