REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua MPR dari Partai Golkar, Hajriyanto Tohari, menilai upaya mengamandemen kembali konsitusi masih terlampau dini. Terlebih pasal-pasal yang berpengaruh secara politis belum sampai 10 tahun diamandemen.
Hajriyanto mengatakan, praktik di banyak negara menunjukkan dibutuhkan minimal butuh satu dasawarsa agar amandemen konstitusi bisa berjalan sesuai fungsinya. ‘’Di semua negara perubahan konsitusi harus melewati masa transisi selama satu dasawarsa,’’ ucapnya, Jumat (20/8). Karena itu konstitusi di Indonesia belum tepat untuk diamandemen lagi dalam tahun-tahun ini.
Pasal-pasal yang dianggap kurang strategis seperti penetapan lambang dan simbol negara memang diamandemen di tahun 1999. Tetapi, pasal-pasal yang erat muatan politisnya baru diamandemen di tahun 2002. Sehingga Hajriyanto mengatakan Indonesia baru delapan tahun mengadopsi perubahan UUD.
Lontaran juru bicara Partai Demokrat tentang perlunya amandemen kemudian dilihatnya sebagai bagian dari masa transisi itu. ‘’Selalu ada disfungsi, fenomena, anomali, selama masa transisi,’’ ujar dia. MPR, sambungnya, juga masih berkutat dengan sosialisasi konstitusi yang sudah diamandemen.