REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak wacana pencabutan atau pengubahan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 tentang pembatasan masa jabatan Presiden paling lama dua periode. ''Seorang SBY dan saya rasa semua sependapat untuk menolak dan menentang pikiran-pikiran seperti itu,'' katanya saat berpidato dalam acara peringatan Hari Konstitusi di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu (18/8).
Presiden menyatakan hal itu terkait dengan pemberitaan sejumlah media yang mengutip pernyataan politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul. Ruhut mewacanakan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang pembatasan masa jabatan presiden sehingga SBY bisa menjabat lebih dari dua periode.
Presiden menyatakan, pembatasan masa jabatan adalah hasil amendemen pertama UUD 1945. Pada saat amendemen itu, dia adalah Ketua Fraksi TNI di DPR dan sependapat untuk membatasi masa jabatan presiden paling lama dua periode. ''Saya sebagai pelaku utama dan terlibat langsung,'' ujarnya.
Kepala Negara menegaskan, dirinya termasuk orang yang mendorong ide pembatasan masa jabatan presiden untuk mengurangi potensi penyalahgunaan kewenangan. ''Saya dorong supaya masa jabatan presiden dibatasi, paling lama dua kali,'' tegasnya.
Menurut Presiden, kekuasaan yang terlalu lama berada di tangan seseorang akan menimbulkan berbagai penyimpangan, antara lain korupsi. Indonesia telah mengalami sejarah panjang model kepemimpinan presiden seumur hidup dan presiden yang dipilih hingga enam kali. Pengalaman sejarah itu, kata Presiden, tidak baik untuk kemajuan bangsa.
Untuk itu, Presiden meminta semua pihak mengedepankan etika dalam berpolitik, misalnya, tidak memanipulasi supaya istri atau anaknya bisa dengan mudah menjabat sebagai pemimpin. Presiden berharap jangan ada politikus yang berusaha mengubah aturan dasar demi kepentingan pribadi. ''Jangan bersiasat dalam berpolitik,'' seru Presiden.