REPUBLIKA.CO.ID,BATAM--Insiden di perairan Tanjung Berakit, Kepulauan Riau, tidak bisa diproses secara hukum sebab belum ada kesepakatan batas perairan teritorial Indonesia dan Malaysia.
Direktur Pengawasan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Happy Simanjuntak, mengatakan belum ada kesepakatan garis batas perairan kedua negara sehingga titik koordinat lokasi kejadian pun belum bisa menjadi dasar penegakan hukum internasional.
Dia mengatakan itu ketika mendampingi kepulangan tiga orang petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke Batam, Selasa (17/8), usai ditahan Polisi Air Malaysia. Asriadi dan Erwan, Pengawas Perikanan Dinas KKP Provinsi Kepri, serta Selvo Grevo Wewengkang staf Pengawas Perikanan KKP, ditangkap aparat Kepolisian Kerajaan Malaysia (Polis Diraja Malaysia/PDRM), Jumat (13/8) di perairan Tanjung Berakit sekitar enam mil utara Pulau Bintan Kepri.
Mereka disangka menculik tujuh nelayan Malaysia yang pada beberapa saat sebelumnya ditangkap dan diangkut diangkut Kapal Patroli Dolphin 015 DKP Kepri karena menurut aparat Pengawas Perikanan KKP, mencuri ikan di perairan Indonesia.
Tujuh nelayan Malaysia berhasil dibawa aparat KKP ke Batam, sedang Asriadi, Selvo dan Erwan yang menumpang kepal berbeda, ditangkap aparat kepolisian Malaysia dan dibawa Ke Johor, Semenanjung Malaysia.
Lewat jalur diplomasi dan saling klarifikasi, maka tiga petugas KKP dibebaskan Malaysia pada 17 Agustus 2010. Di hari yang sama, dari Batam KKP mengembalikan tujuh nelayan Malaysia yaitu Faisal bin Muhammad, Muslimin bin Mahmud, Lim Hok Guan, Chen Ah Choy, Ghazali bin Wahab, Roszaidy bin Akub serta Bih Khe Soo.
Namun, pemerintah menolak kalau langkah itu dikatakan sebagai barter. ''Ini bukan barter,'' kata Simanjuntak, yang beberapa hari dari Jakarta ke Malaysia bersama beberapa pejabat lain memediasi penyelesaian terbaik bagi kedua negara.