REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Indonesia menunggu adanya konvensi internasional untuk membahas wacana penggantian acuan waktu dunia dari Greenwicht Mean Time (GMT) menjadi patokan waktu Makkah. Peneliti senior Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamluddin, mengatakan Indonesia tetap akan mengikuti standar waktu internasional yang disepakati mayoritas negara di dunia.
Untuk merubah patokan waktu, perlu ada penelitian mendalam mengenai kepentingan dan mekanisme acuan waktu baru. ''Kami sendiri belum membahas hal itu. Saya sendiri belum mendengar rencana perubahan itu,'' ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (12/8).
Menurutnya, harus ada pertimbangan matang sebelum merubah acuan waktu. Karena, dengan perubahan acuan waktu akan berimbas pada sistem penanggalan hari. Mustahil, ungkap Djamluddin, sebuah negara, seperti Indonesia, merubah acuan waktu secara sepihak. ''Lokasi patokan waktu haruslah ideal. Terutama mengenai letak geografis daerah tersebut. Acuan waktu yang ada saat ini terletak di daerah yang minim penduduk dan memungkinkan untuk menjadi standar patokan utama seluruh dunia,'' jelasnya.
Selain konvensi bersama, dia memandang perlu adanya otoritas resmi yang menetapkan acuan waktu. Otoritas tersebut, lanjutnya, akan mengkaji secara objektif kelayakan kota Makkah sebagai acuan waktu utama. Menurutnya, bila pergantian waktu dari GMT ke Makkah terlaksana, maka hal itu akan berpengaruh bagi sitem pembagian waktu di Nusantara. Namun, dia belum dapat menjelaskan secara detail perubahan yang terjadi jika Makkah menjadi acuan waktu dunia.