REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar politikus tidak saling ribut dianggap pernyataan yang sangat normatif, mementingkan komunikasi politik agar tetap sesuai pencitraan dan tidak menjawab subsatansi kritik atau persoalan. Padahal, pidato tersebut ditujukan untuk menjawab kritik yang dilempar oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri serta Nasional Demokrat beberapa waktu lalu.
Demikian dikatakan peneliti senior Lembaga Survey Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, kepada Republika, Kamis (5/8). Menurutnya, pidato semacam itu memang tepat untuk tetap mempertahankan pola komunikasi politik SBY yang mementingkan pencitraan.
Sayangnya, menurut dia, tidak sedikitpun menjawab substansi persoalannya. ''Ia selalu mengalihkan jawabannya ke arah pencitraan, yang bisa membuat publik simpatik. Kita tidak pernah mendengar dia menjawab substansi apapun,'' kritiknya.
Sikap SBY yang kerap mementingkan pencitraan tersebut, menurut Burhan, tidak hanya dilakukannya untuk menanggapi kritik, namun juga dalam menanggapi berbagai masalah berat yang dihadapi rakyat Indonesia. Misalnya, kata dia, persoalan tabung gas yang menelan banyak korban, kenaikan harga bahan pokok, kenaikan TDL, yang tak pernah ditanggapi SBY dengan solusi.