REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Umat Islam didorong aktif berperan menanggulangi bencana dan mengurangi dampak perubahan iklim. Menurut Ketua Umum Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, seruan tersebut sesuai dengan pandangan luhur agama terhadap lingkungan. “Islam mengajarkan pemeluknya mencintai dan memelihara alam,”jelasnya saat membuka seminar pra rapat kerja nasional (rakernas) Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) bertajuk “Penguatan Manajemen Kelembagaan Bencana dan Perubahan Iklim di Indonesia” di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (30/7)
Said mengemukakan, salah satu sebab munculnya perubahan iklim adalah monopoli dan ekspolitasi sumber daya alam yang tidak beraturan. Padahal, secara tegas Islam melalui sabda Rasulullah menyatakan air, energi, dan hutan bukan milik perseorangan atau perusahaan tertentu akan tetapi harus digunakan secara merata untuk kepentingan rakyat.
Said mengatakan, prinsip Islam tersebut sesuai dengan semangat yang tertera dalam pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 bahwa kekayaan bumi, laut dan udara dikelola oleh pemerintah sepenuhnya demi kemaslahatan rakyat. Eksploitasi dan monopoli sumberdaya alam merugikan rakyat Indonesia. Jika hal ini dibiarkan, dampaknya pun tak lagi berbentuk fisik tapi murka Allah.”Apabila monopoli tak dihentikan pasti Adzab Allah diturunkan kepada kita,”katanya.
Oleh karena itu, Said mengajak semua pihak terutama para ulama untuk memberikan penyadaran kepada umat akan pentingnya menjaga lingkungan. PBNU dalam hal ini, telah banyak berkiprah di berbagai aksi nyata sosial dalam upaya mencegah dampak perubahan iklim
Hal senada diungkapkan oleh Rais Syuriah PBNU, Artani Hasbi. Menjaga lingkungan dan mengurangi dampak perubahan iklim menjadi kewajiban bagi tiap Muslim tak terkecuali warga nahdliyin. Hukum wajib landasannya cukup kuat karena bencana tidak akan terjadi kalau tangan-tangan manusia tidak berbuat kerusakan.
Oleh karena itu, tandas dia, berbuat kerusakan sehingga mendatangkan bencana hukumnya haram dan dikategorikan kriminal jinayat. Dalam konteks ini, umat Islam berkewajiban pula melawan tindakan-tindakan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem alam dan mengundang bencana. “Jihad bi’ah (lingkungan-red) hukumnya wajib,”tegasnya.
Agar lebih efektif, Artani meminta pemerintah menindak perusahaan yang turut andil melakukan pencemaran lingkungan. Tak hanya itu, pemerintah dihimbau tegas meneggakkan hukum dan menjatuhkan sanksi bagi para pencemar dan perusak lingkungan.