REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, mengakui anggaran belanja untuk aparatur negara masih yang paling besar di antara pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang lain. Oleh karena itu pemerintah akan menciutkan belanja aparatur pemerintah daerah. "Untuk provinsi saja rata-rata 42 persen dari total APBD untuk aparatur," kata Gamawan di kantornya, Jumat (30/07).
Berdasarkan data tersebut, pihaknya akan mulai mengoreksi ketimpangan besaran tunjangan pejabat antar daerah. Saat ini, lanjutnya, pemberian tunjangan hanya diatur dengan PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Akan tetapi aturan tersebut tidak mengakomodasi rincian besaran dari tunjangan itu. "Tidak pernah kita atur besarannya," kata Gamawan.
Selanjutnya, mantan Bupati Solok, Sumatera Barat itu mencontohkan bahwa ada tunjangan Sekertaris Daerah Provinsi yang besarnya setengah gaji menteri. Tetapi ada juga yang hanya mendapatkan Rp 500 ribu saja. Hal ini membuat presiden heran ketika permasalahan APBD ini dipaparkannya.
Kesenjangan besaran tunjangan antar daerah yang sangat tinggi itu menurut Gamawan justru berdampak pada sulitnya memutasi pegawai. "Kalau ada mutasi dari lahan kering (daerah miskin) ke lahan subur (daerah kaya) mungkin tidak jadi masalah. Tetapi ini jadi masalah kalau sebaliknya?” katanya.
Persoalan inilah yang mendorong pihaknya untuk kembali mengkaji aturan tentang batasan balanja aparatur pemerintah daerah di APBD. Termasuk di dalamnya tunjungan untuk para pejabatnya. Oleh karena itu, pekan depan pemerintah akan mengumpulkan seluruh Gubernur dan DPRD Provinsi di Bogor. “Tujuan otonomi itu kesejahteraan. Kalau anggarannya kurang tepat arahnya dan lebih banyak untuk belanja aparat, akan kita koreksi,” tegasnya.