REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Menteri Kordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Djoko Suyanto menginginkan adanya evaluasi terhadap roda reformasi yang sudah bergulir selama 11 tahun terakhir. Evaluasi itu harus bersikap komprehensif.
"Evaluasi yang komprehensif itu nanti bisa memberikan rekomendasi terhadap titik lemah reformasi," ujar Djoko dalam acara silaturahmi antara Kemenkopolhukam, Dewan Pers, dan pimpinan media massa, di Hotel Sultan, Kamis (29/07). Dalam kesempatan bertemu dengan media massa itu, dia mengungkapkan beberapa catatannya soal reformasi dan demokrasi.
Menurutnya, hal yang perlu dicermati dalam perjalanan demokrasi Indonesia sejak masa reformasi adalah implementasi kebebasan. Terkadang kebebasan ini tidak selaras dengan kepatuhan terhadap pranata dan peraturan yang berlaku. Selain itu perlu juga diperharikan tentang sistem kepartaian dan sistem pemerintahan yang telah menjadi perbincangan dan diskusi di masyarakat. Hal-hal tersebut perlu untuk dilakukan evaluasi kembali.
Hal lain yang menarik perhatian Djoko untuk dilakukan evaluasi adalah permasalahan pemilukada. Pesat demokrasi di daerah ini tidak boleh hanya dilihat dari sisi terjadinya kerusuhan saja. Tetapi juga sisi-sisi lain seperti biaya penyelenggaraan pemilukada tersebut, biaya yang dikeluarkan calon kepala daerah, dan model rekrutmen para calon pimpinan daerah. Hal ini penting mengingat banyaknya kepala daerah yang justru lebih banyak berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Djoko menyoroti masalah penegak hukum yang terjadi di Indonesia. "Salah satu masalahnya itu adalah aspek instrumen. undang-undangnya, KUHAPnya, aturan itu belum sempurna betul," ujarnya. Hal ini menimbulkan celah untuk saling adu argumen.
Permasalahan lain yang patut dievaluasi dari sisi penegakan hukum adalah sumber daya manusianya. Penyidik yang sangat mandiri justru membuka peluang untuk melakukan tindakan yang menyalahi aturan. Ketika bertemu dengan tersangka, mereka bisa melakukan tawar menawar terhadap pasal yang digunakan. "Selama ini belum ada penagwasan bagaimana penyidik bekerja," kata Djoko.
Hal terakhir yang menjadi catatan Djoko untuk menjadi bahan evaluasi dari reformasi Indonesia adalah peran media massa sebagai pilar keempat demokrasi. Menurutnya, perlu ada proses perkawinan antaran pasar (bisnis) dengan idealisme media, antara pemilik modal dan idealisme media, dan antara kepentingan dan idealisme media.
"Satu-satunya kepentingan yang kita jadikan pegangan adalah kepentingan negara," ujarnya. Dia juga mengingatkan bahwa saat ini peran multimedia seperti facebook atau twitter harus menjadi perhatian bersama. Sebab jenis media itu justru mampu menggiring opini publik.