REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Agar rakyat mendapatkan sebanyak-banyaknya dari sistem demokrasi dianut saat ini, Presiden merasa perlu menugasi elemen tertentu untuk melakukan pengawasan dan penyelidikan terhadap pelaksanaan pemerintahan yang tidak baik. Presiden mencontohkan, audit bisa dilakukan terhadap dana otonomi khusus Papua.
"Perlu kiranya dilakukan audit misalnya, untuk pembangunan daerah otonomi khusus Papua. Banyak sekali masuk surat kepada saya, bahkan seolah-olah yang lalai Jakarta, kurang dananya," kata Presiden dalam Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Kamis (29/7)
Presiden mengatakan, Papua mendapat porsi paling tinggi dalam biaya pembangunan per kapita dari 33 provinsi, setelah itu Nanggroe Aceh Darussalam dan provinsi lain. "Jadi kalau tidak bergerak, tidak ada kemajuan, kita harus tahu mengapa, why," kata Presiden menegaskan.
Hal itu bisa diketahui dengan melakukan audit. "Audit akan kita lakukan untuk itu, mana yang tidak pas, apanya yang tidak pas, manajemennya kah? Penganggarannya kah? Pengawasannya kah? Efisiensinya kah? Dan sebagainya," kata Presiden. Kebijakan untuk Papua, kata Presiden, sudah berubah sejak 2005.
"Sudah kita ubah kebijakan dasar kita, dari yang tadinya security approach, kita ubah menjadi prosperity approach, penegakan hukum mengiringi penegakan kesejahteraan," katanya. Oleh karena itu, kata Presiden, saat ini sudah saatnya melihat utuh supaya tidak saling menyalahkan dan menjadi bulan-bulanan LSM.
Audit juga akan dilakukan untuk meneliti sejumlah APBD beberapa kabupaten dan kota yang sangat tidak pas. "Uang itu uang rakyat, sebagian, bahkan sebagian besar adalah desentralisasi fiskal yang kita lakukan untuk kabupaten-kabupaten tertentu, bayangkan kalau itu tidak optimal atau salah sasaran," kata Presiden.