Jumat 23 Jul 2010 04:47 WIB

DPR Beda Suara Soal Batas Maksimum Penjaminan Simpanan

Rep: ann/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Perdebatan mengenai batas penjaminan dana nasabah oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mendapat beragam reaksi dari kalangan parlemen. Sebagian berpendapat sudah saatnya penjaminan dikembalikan ke posisi ‘normal’ tapi ada juga yang berpendapat ke depan justru dana nasabah harus mendapat penjaminan penuh.

‘’Saat ini masih perlu dipertahankan di Rp 2 miliar, setidaknya sampai akhir 2010,’’ kata anggota Komisi XI DPR dari FPKS Andi Rahmat, Kamis (22/7). Menurut dia saat ini persoalan hulu perekonomian masih sangat volatile sehingga penjaminan dana nasabah dalam jumlah besar masih dibutuhkan.

Tapi, kata Andi, pada saat yang tepat penjaminan harus dikembalikan ke angka normal, di angka Rp 100 juta. ‘’Tapi, Pemerintah sejak dini harus me-manage sosialisasi agar penurunan itu tak memicu kepanikan di masyarakat,’’ kata dia.

Menurut Andi, hal yang harus diantisipasi sebelum mengembalikan penjaminan ke situasi normal adalah faktor psikologi masyarakat. ‘’Yang dikhawatirkan bukan rush dana korporat, tapi rush dari masyarakat yang dananya hanya sedikit di perbankan tetapi tergantung pada dana itu. Golongan ini yang mudah panik,’’ papar dia.

Sebagai catatan, kata Andi, 70 persen dana pihak ketiga (DPK) atau simpanan masyarakat di perbankan adalah dana dari korporat. Itu terbagi dua. Yaitu dana BUMN dan pihak yang terkait Pemerintah, atau dana korporat yang dipakai untuk working capital.

‘’Struktur dana besar di kita tidak untuk investasi yang relatif reaktif terhadap perubahan peraturan seperti di Singapura dan Malaysia. Itu sebabnya kita tak menerapkan blanket guarantee seperti di kedua negara itu,’’ kata Andi. DPK di Indonesia juga relatif kecil mendapat sumbangan dari penyimpan asing seperti di dua negara tetangga tersebut. ‘’DPK Indonesia lebih didominasi domestik,’’ kata dia.

Meski demikian, ujar Andi, kepanikan pemilik 30 persen DPK justru yang harus lebih diantisipasi. ‘’Karena kalangan ini yang justru rentan panik dan bisa melakukan penarikan dana ketika ada perubahan peraturan penjaminan yang tak tersosialisasi secara efektif,’’ papar dia.

Ketua Komisi XI DPR yang berasal dari FPDIP, Emir Moeis, mengatakan, saat ini memang sudah waktunya penjaminan dana nasabah dikembalikan ke tingkat normal. Tapi, Emir mensyaratkan normalisasi penjaminan baru bisa dilakukan jika pengawasan perbankan sudah efektif. ‘’LPS itu kan dibuat ketika masyarakat belum percaya ke bank,’’ kata dia.

Ketika situasi ekonomi sudah relatif pulih dan masyarakat sudah memiliki banyak pilihan, kata Emir, maka pilihan bank sebagai penempatan dana adalah resiko dari nasabah bersangkutan. ‘’Saat itulah, penjaminan bisa dikembalikan ke tingkat normal, bersamaan dengan pengawasan perbankan yang efektif,’’ kata dia.

Tapi Emir belum bisa menyebutkan angka penjaminan yang selayaknya, apakah kembali ke angka Rp 100 juta atau ada agka penjaminan baru. ‘’Soal angka nantilah. Harus ada pembahasan. Tapi turun dari angka sekarang yang Rp 2 miliar itu,’’ ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement