Senin 12 Jul 2010 03:49 WIB

Menkeu Harus Tegas Sikapi Rendahnya Daya Serap Anggaran

Rep: palupi annisa aulani/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA – Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI) Dradjad Hari Wibowo mengatakan Menteri Keuangan Agus Martowardojo harus mengambil langkah berani dan tegas soal rendahnya penyerapan anggaran.

Setidaknya tiga langkah harus ditempuh. Yaitu, membongkar praktek ijon proyek Pemerintah, pemotongan anggaran bagi kementerian lembaga atau pemerintah daerah yang buruk penyerapan anggarannya, dan penjadwalan ulang penerbitan surat berharga negara (SBN).

‘’Menteri Keuangan harus membongkar praktik ijon proyek, yang banyak terjadi di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah,’’ tegas Dradjad, Ahad (11/7). Menurut dia, praktek ijon proyek telah berlangsung jauh hari sejak penyusunan RKA K/L dalam RAPBN dan RAPBD.

‘’Para pengijon ini adalah kontraktor proyek yang sudah menjadi langganan pemenang tender di satu kementerian, lembaga, atau Pemerintah Daerah,’’ papar Dradjad. Para pengijon inilah, sebut dia, yang membiayai proses lobi dan mengawal suatu proyek sampai pasti masuk dalam UU APBN.

Kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah, ujar Dradjad, tak berani memangkas proyek ketika penyerapan anggaran tak optimal karena praktek ijon ini. ‘’Oknum pejabat K/L atau pemprov sudah terlanjur terima porsekot. Akibatnya anggaran dipaksakan diserap pada akhir tahun,’’ tambah dia.

Langkah kedua yang bisa merangsang perbaikan kinerja penyerapan anggaran, sebut Dradjad, adalah pemberlakuan sanksi pemotongan anggaran. Yaitu pemotongan anggaran bagi kementerian atau lembaga dan Pemerintah Daerah yang rendah daya serap anggarannya.

‘’Budget cut tersebut harus cukup besar sehingga efek jeranya ada,’’ ujar Dradjad. Sanksi ini harus diberlakukan mulai APBN 2010 atau APBN berjalan, tambah dia, agar para pelaku ijon anggaran kapok juga. Menurut Dradjad, selama ini tak ada sanksi yang berarti sehingga masalah rendahnya daya serap anggaran yang sudah muncul sejak 2003 tak pernah tuntas.

Selain dua langkah tersebut di atas, Dradjad juga menyarankan Pemerintah menjadwalkan ulang penerbitan SBN. ‘’Selama ini jdwal penerbitan SBN sama sekali tidak sinkron dengan jadwal penyerapan anggaran,’’ kata dia. Akibatnya, meski likuiditas APBN masih banyak seperti sekarang tetapi SBN tetap diterbitkan.

‘’Sudah (biaya) SBN-nya mahal, jumlahnya kebanyakan, tidak terpakai lagi,’’ kecam Dradjad. Dia mengatakan praktek penerbitan SBN ini terus memburuk sejak APBN 2005. Menurut dia, Agus Martowardojo yang besar di industri perbankan pasti tahu betul betapa konyolnya penerbitan SBN ini.

‘’(Agus) tahu betul kalau bank terbitkan bond, ya biaya uangnya harus murah, sedang uangnya cepat diputar. Tidak bisa ada ekses likuiditas,’’ papar Dradjad. Menurutnya, jika kebijakan SBN di kementerian keuangan selama ini terjadi di Bank Mandiri saat dipimpin Agus, ujar dia, pasti pejabatnya sudah dipecat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement