REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait kasus divestasi saham PT Kaltim Prima Coal yang merugikan keuangan negara Rp 576 miliar. ''Dalam perkara penjualan saham itu, telah ditetapkan tersangka baru, yaitu, Awang Faroek Ishak,'' ungkap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, M Amari di Jakarta, Jumat (9/7).
Kejakgung sebelumnya sudah menetapkan dua tersangka, yaitu Anung Nugroho (Direktur Utama PT Kutai Timur Energy) dan Apidian Tri Wahyudi (Direktur PT Kutai Timur Energy). Kasus tersebut terkait dengan penjualan saham PT KPC milik Pemda Kutai Timur oleh PT Kutai Timur Energy.
Jampidsus menyebutkan Awang Faroek dijerat Pasal 1 ayat (1), Pasal 3 ayat (5), Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. ''Tindakan Awang Faroek itu bertentangan dengan UU tentang Keuangan Negara,'' katanya.
Ia menjelaskan, berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKB2B) Nomor J2/Ji.D4/16/82 tanggal 8 April 1982 dan Frame Work Agreement tanggal 5 Agustus 2002 antara PT KPC dengan pemerintah RI, pihak KPC berkewajiban menjual sahamnya sebesar 18,6 persen kepada Pemda Kutai Timur.
Pada 10 Juni 2004, hak membeli saham PT KPC itu dialihkan ke PT KTE. ''PT KTE ternyata tidak memiliki uang untuk membeli saham, sehingga PT KTE berdasarkan Suplemental Atas Perjanjian Jual Beli Saham tanggal 23 Februari 2005, mengalihkan hak membeli sahamnya sebesar 13,6 persen ke PT Bumi Resources,'' jelasnya.
Atas pengalihan hak membeli saham itu, kata dia, PT Bumi Resources wajib memberikan kepemilikan saham sebesar 5 persen kepada PT KTE. Berdasarkan perjanjian kepemilikan saham lima persen itu adalah milik Pemda Kutai Timur. Pada 14 Agustus 2006, Awang Faroek mengajukan permohonan kepada DPRD Kutai Timur tentang permohonan penjualan saham lima persen tersebut.
Kemudian dengan dalih sudah mendapatkan persetujuan dari Pemda Kutai Timur dan DPRD Kutai Timur, tersangka Anung Nugroho menjual saham lima persen kepada PT Kutai Timur Sejahtera seharga Rp 576 miliar. Saat itu Awang Faroek sebagai bupati Kutai Timur. ''Namun hasil penjualan saham itu, tidak dimasukkan ke kas Pemda Kutai Timur,'' katanya.