REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemakaian senjata api oleh satuan polisi pamong praja (satpol PP) dinilai berlebihan. "Saat ini saja tanpa senjata api sudah sangat brutal, apalagi jika diberi senjata api," ujar sosiolog asal Universitas Indonesia, Prof Muhammad Mustofa, di Jakarta, Senin (5/7).
Seharusnya, pemerintah lebih mengedepankan sikap preventif dan persuasif kepada satpol PP. Apalagi, saat ini masyarakat beropini negatif terhadap satpol PP. Dia meminta agar pemerintah terlebih dahulu memperbaiki citra satpol PP di mata masyarakat.
Mustofa menjelaskan, dalam kesehariannya tugas satpol PP hanya berhadapan dengan masyarakat sipil. Terlebih, kebanyakan dari masyarakat yang dihadapi hanyalah pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar. Dia mengkhawatirkan, jika satpol PP diberi amanat memegang senjata api akan muncul sikap arogan.
Jika dibandingkan dengan tugas kepolisian, satpol PP juga terbilang mempunyai kewajiban yang lebih mudah. "Padahal tidak semua polisi juga memegang senjata api," tegasnya.
Secara mental, petugas satpol PP juga dinilai belum siap memegang senjata api. Alasannya, lanjut Mustofa, sebagian besar petugasnya bukanlah pegawai tetap. Selain itu, satpol PP juga bukan merupakan jabatan karier.
"Kerap kepala satpol PP berasal dari mantan kepala dinas tertentu," ujarnya. Oleh karena itu, mentalitasnya pun masih dipertanyakan.
Sebelumnya Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 26 Tahun 2010 tentang Penggunaan Senjata Api Bagi Anggota Satpol PP. Hal itu adalah tindak lanjut PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP.