REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL--Ikatan Remaja Muhammadiyah (IPM) tak ingin terjerat pada adanya ketabuan tentang diskusi perlunya pendidikan seks di lembaga sekolah.
''Saya memandang pendidikan seks ini perlu diberikan sejak dini, diantaranya, kalau perluis sejak sekolah dasar. Tentunya tidak diberikan secara vulgar, tapi lebih berkaitan dengan materi kesehatan reproduksi,'' kata Ahmad Putra Batubara, salah seorang kandidat ketua umum PP IPM 2010-2012, kemarin.
Menurut dia, secara pribadi ia melihat pendidikan seks memang sebaiknya bisa diberikan sejak dini.
''Biar nanti bila mereka sudah memasuki masa remaja, dimana keinginan tahuan mereka akan seks bisa lebih terarah dan tidak mengarah kepada tindakan negatif,'' kata Batubara, dalam diskusi dengan wartawan berkaitan dengan visi-misinya sebagai calon ketua umum.
Ia sendiri belum mengetahui secara pasti apakah masalah pendidikan seks ini akan menjadi salah satu rekomendasi dari Muktamar IPM ke-17 di Bantul.
Tapi, ia setuju bahwa perlu atau tidaknya pendidikan seks diberikan secara dini di lembaga pendidikan ke depan perlu diwacanakan, tentunya untuk tujuan-tujuan yang positif.
Deni WK, ketua umum PP IPM 2008-2010, mengatakan masalah pendidikan seks ini memang telah menjadi salah satu perhatian kepengurusan IPM periodenya.
Ia berpandangan masalah pendidikan seks ini bisa dibicarakan dalam kaitan untuk memberikan pengetahuan yang benar bagi kalangan remaja sejak usia dini.
DI IPM sendiri, katanya, pendidikan semacam ini tidak bisa dibicarakan secara terbuka, karena kekhawatiran timbulkan tanggapan yang berlebihan dari pihak-pihak yang menentangnya.
''Kita membicakannya dalam kaitan kesehatan reproduksi, agar terdengar tigak vulgar,'' kata Deni.
Menurut Deni, IPM juga selama ini sudah berusaha untuk mempertimbangkan isu gender dalam setiap kebijakannya dan juga dalam rangka pemilihan calon ketua umum serta formatur akan menjadi pengurus pusat.
Ia mengatakan PP IPM di bawah kepemimpinannya bahkan sempat mendapatkan kritik keras seakan-akan tak sadar gender, karena kebetulan ketua bidang yang membawahi perempuan dipimpin seorang laki-laki.
''Padahal ini adalah hasil kesapakatan internal IPM, dan laki-laki itu sendiri sudah diketahui adalah orang yang juga mempunyai pengetahuan luas berkaitan dengan isu-isu gender,'' katanya.
''Jadi sebenarnya IPM sudah lebih maju, dimana ada seorang laki-laki memimpin urusan kewanitaan, bahkan urusan pengkaderan kami dipimpin seorang perempuan,'' tandasnya.
Memang, katanya, ia pribadi sebenarnya menginginkan ada calon perempuan yang bisa tampil bersaing menjadi kandidat ketua umum IPM ke depan, karena selama ini IPM belum pernah dipimpin ketua umum perempuan.
Tapi, tentunya, ini terserang pada para perempuan anggota IPM. Soalnya, tadinya ada seorang wanita yang diminta maju, tapi ia sendiri yang memutuskan untuk tidak maju.
Calon Perempuan
Berkaitan dengan calon perempuan ini, Ridhlo Alhamdi, seorang anggota Panitia Pemilihan Pusat Muktamar IPM ke-17, mengatakan memang kali ini tak ada calon perempuan yang bersedia tampil menjadi kandidat ketua umum IPM.
Tapi, katanya, keberadaan perempuan ini cukup terwakili diantara 34 orang yang bersaing untuk menjadi anggota formatur yang nantinya akan menjadi salah seorang pengurus PP IPM (di luar ketua umum). ''Jumlah mereka sampai 30 persen kok,'' kata dia.
Ridhlo sendiri mengatakan sebenarnya IPM tak ingin terjebak dalam perlu atau tidaknya ada kuota tertentu untuk perempuan di dalam kepengurusan IPM.
Menurut dia, selama ini IPM telah menerapkan akses yang sama baik itu bagi wanita dan laki-laki untuk berkipra di organisasi ini. ''Kami tidak membedakan apakah dia kader perempuan atau laki-laki,'' kata Ridhlo.
Kembali apakah nantinya komposisi kepengurusan PP IPM ke depan bisa mengakomudasi figur perempuan atau tidak, semuanya kembali ke mekanisme muktamar, yakni mereka-mereka yang punya hak suara.