Jumat 02 Jul 2010 05:35 WIB

Mendagri Minta Laporan Lengkap Soal FPI di Banyuwangi

Rep: kim/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, meminta laporan lengkap kepada Gubernur Jawa Timur terkait perselisihan Front Pembela Islam (FPI) di Banyuwangi. Laporan ini akan berimplikasi pada tindakan pemerintah menghadapi organisasi masyarakat (ormas) tersebut.

"Mendagri sedang mempelajari permasalahan ini dan meminta laporan lengkap dari Gubernur Jawa Timur," ujar Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Saut Situmorang, di kantornya (01/07). Seperti yang diketahui, beberapa waktu yang lalu, FPI diduga secara paksa membubarkan acara anggota DPR di Banyuwangi.

Pemerintah merasa perlu mendapatkan kepastian ormas yang melakukan pembubaran tersebut. Untuk bisa menentukan tindakan selanjutnya. Menurut Saut, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1985 yang mengatur tentang ormas, skala dari ormas itu menetukan bentuk tindakan yang diambil. Jika berskala kabupaten maka akan menjadi tanggung jawab bupati. Tetapi jika masuk dalam skala nasional maka menjadi tanggung jawab Mendagri.

Kemudian untuk mengarah pada pembekuan, Saut menjelaskan, ada prosedur yang harus dilalui. Perlu ada dua teguran karena melakukan tindakan yang menyimpang dari AD/ART atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebelum akhirnya dilakukan pembekuan.

Jika ormas tersebut berskala nasional maka proses pembekuannya harus melalui pertimbangan hukum Mahkamah Agung (MA). Sampai saat ini, dalam skala nasional, FPI baru satu kali mendapatkan teguran. Yaitu pada Juni 2009 lalu. "FPI, pernah ditegur terkait kerusuhan yang terjadi di Monas," kata Saut.

Perlu Revisi UU Ormas

Lebih lanjut Saut mengatakan, kasus di Banyuwangi hanya merupakan salah satu contoh perlunya revisi UU yang mengatur tentang ormas. Agar sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan politik masa kini. UU Nomor 8 Tahun 85 dinilai sudah terlalu tua untuk mengatur ormas yang jumlahnya mencapai ribuan saat ini. "Konstitusi kita saja sudah beberapa kali diamandemen, UU ini masih saja tetap tahun 1985," kata Saut.

Contoh lain perlu adanya revisi adalah mengenai Pancasila yang menjadi satu-satunya asas. "Mestinya kan asas apapun yang penting tidak bertentangan dengan Pancasila," ujar Saut.

Sebenarnya, usulan untuk melakukan revisi ini sudah dilontarkan sejak beberapa tahun yang lalu. Bahkan sampai saat ini sudah ada draft rancangan revisi UU tersebut yang disiapkan oleh Kemendagri. Namun, sayangnya UU itu tidak masuk dalam program legislasi nasional tahun ini. "Ya kita harus bersabar," kata Saut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement