REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Aktivis LSM Government Watch (Gowa)Andi W Syahputra memandang proses tender pembangunan gedung baru DPR yang menelan biaya Rp1,8 triliun rawan praktik kolusi karena tidak adanya keterbukaan informasi. Oleh karena itu, ujar Andi W Syahputra kepada pers di Jakarta, Rabu, pihaknya meminta berbagai kalangan, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk aktif mengawasi tender pembangunan gedung baru DPR itu. "Tender gedung baru DPR itu rawan kongkalikong. KPK sebaiknya menyadap telepon pimpinan DPR dan BUMN atau memantau gerak-gerik wakil rakyat itu. Mana tahu ada upaya menggolkan perusahaan tertentu dalam proses tender," katanya.
Menurut Sekretaris Gowa itu, pelaksanaan tender hanya dilakukan untuk melegitimasi saja, padahal dari awal proses tendernya sendiri tidak transparan. Dikemukakannya bahwa sebelum proses tendernya dilaksanakan bulan depan, sudah ada wacana yang dihembuskan untuk penunjukan secara langsung.
Selain itu, pimpinan DPR dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun dikabarkan mulai melakukan pertemuan untuk tawar- menawar pembangunan gedung baru tersebut. Sebelumnya, sejumlah BUMN bidang konstruksi diantaranya PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Adhikarya, PT Waskita Karya, PT Bina Karya, PT Hutama Karya, PT Istaka Karya, PT Nindya Karya, PT Wijaya Karya (Wika) diam-diam sedang mengincar pembangunan proyek gedung baru DPR yang peletakan batu pertama dijadwalkan akhir Agustus 2010
Bahkan, PT Wika disebut-sebut sebagai perusahaan yang akan mengepalai pembangunan gedung baru DPR membawahi dua perusahaan BUMN lainnya, PT Adhi Karya dan PT PP. Menanggapi desakan agar KPK turut mengawasi proses tender itu, Juru Bicara KPK Johan Budi menyatakan, pihaknya tidak bisa langsung mengawasi pelaksanaan tender gedung baru DPR tanpa ada laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "KPK tidak bisa langsung mengawasi pelaksanaan tender gedung baru DPR. Namun, KPK baru bisa menyelidiki jika hasil audit dari BPK menemukan adanya penyimpangan tender dalam pembangunan gedung baru DPR. Jadi, kalau ada laporan BPK, pasti kami tindaklanjuti," ungkap Johan.
Secara terpisah, Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang meminta BPK melakukan auditnya terkait dengan anggaran pembangunan gedung baru DPR yang sangat besar itu.
"Kalau mereka tetap ngotot ingin membangun gedung, sebaiknya dari sekarang secara transparan tahapan-tahapannya dilaporkan ke publik. Untuk itu harus ada audit dari BPK," katanya.