REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dalam penanganan kasus-kasus lingkungan, Polri dianggap masih belum maksimal untuk menyeret pelanggar hukum lingkungan ke pengadilan. Kondisi menjadi potret buram Polri di tengah upaya reformasi internal yang dilakukan di institusinya.
Bila Polri tak segera mengubah diri, maka akan menjadi ancaman serius bagi pencari keadilan dan lingkungan hidup. Pernyataan disampaikan aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Erwin Usman, dalam konferensi pers tentang Hari Bhayangkara, di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Selasa (29/6). "Ada keengganan Polri untuk serius mendukung upaya-upaya penagakan hukum lingkungan," kata Erwin.
Dia mencontohkan, Polri mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam 13 kasus perusahaan terindikasi melakukan pembalakan liar di Riau pada 2009 dan SP3 kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.
Pandang Bulu
Walhi mencatat jika laporan pengaduan dilakukan masyarakat biasa yang notabene miskin, Polri lamban mengusut. Sedangkan, jika pelapor itu perusahaan atau pemerintah, Polri bakal dipastikan segera bertindak.
Beberapa kasus lingkungan yang pernah terjadi di antaranya adalah kasus tambang di Batugosok dan Toledo di Kawasan Taman Nasional Komodo; pengaduan petani di Banggai kepada PT Kurnia Luwuk Sejati; pengaduan kasus jebolnya Situ Gintung di Tangerang Selatan; pengaduan masyarakat adat Sambawa di Konawe atas perampasan lahan oleh PT Sultra Prima Lestari; dan kasus lain di Riau dan Sumatera yang melibatkan PT Riau Andalam Pulp and Paper.
Walhi juga mencatat masih adanya kekerasan Polri terhadap aktivis dan rakyat miskin. "Tindakan kriminalisasi kepada aktivis pendamping serta rakyat miskin, baik dalam bentuk penangkapan, penahanan, penanganan, penyiksaan, penembakan, bahkan pembunuhan sewenang-wenang adalah modus yang terus dilakukan Polri," kata Erwin.
Menurut dia, legitimasi Polri lebih sering untuk mengamankan kepentingan pemodal skala besar, khususnya kehutanan, perkebunan, pertambangan, kelautan, infrastruktur. Hingga semester pertama 2010, Walhi mencatat 84 orang jadi korban kriminalisasi dan kekerasan aparat polisi.
Erwin mencontohkan, terjadi penembakan pada petani di Kabupaten Kuantan Sengingi, Riau pada 8 Juni 2010 yang mengakibatkan meninggalnya perempuan petani, Yusniar (45 tahun). Sisanya, penahanan terhadap 83 orang petani di berbagai wilayah.