Jumat 25 Jun 2010 05:13 WIB

Presiden Bertolak ke Toronto

Rep: yasmina hasni/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Kamis (24/6) bertolak menuju Toronto, Kanada, untuk menghadiri pertemuan puncak keempat negara-negara kelompok G-20. Kepala Negara dan rombongan meninggalkan Jakarta dari bandara Halim Perdanakusuma pukul 16.15 WIB.

Turut dalam rombongan antara lain Ibu Ani Yudhoyono, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Perdagangan Mari E Pangestu, Mensesneg Sudi Silalahi, Menkeu Agus Martowardodjo, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Menakertrans Muhaimin Iskandar, dan Kepala BKPM Gita Wirjawan.

Presiden Yudhoyono didampingi Ibu Ani melakukan kunjungan kerja 11 hari ke tiga negara, yaitu Kanada, Turki, dan Arab Saudi, 24 Juni-4 Juli 2010. Menurut Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal kunjungan Kepala Negara ke Kanada untuk menghadiri pertemuan pemimpin negara G20 di Toronto, dan di Turki untuk melakukan kunjungan kenegaraan, serta di Arab Saudi untuk beribadah umroh.

Presiden beserta rombongan akan berada di Toronto 26 dan 27 Juli untuk menghadiri KTT G20 yang membahas beberapa agenda, di antaranya perkembangan pemulihan ekonomi global, evaluasi inisiatif kerangka kerja G20, upaya pembangunan ekonomi global yang seimbang dan berkelanjutan, serta reformasi lembaga keuangan internasional dan regulasi sektor keuangan.

SBY sendiri mengatakan, pertemuan G-20 menjadi penting bagi Indonesia dan dunia. Pasalnya, kata SBY, krisis global belum tuntas benar. “Saat dunia lakukan pemulihan, beberapa negara di Eropa hadapi masalah keuangan dan ekonomi baru, sehingga membutuhkan solusi baru,” katanya saat melakukan konferensi pers di bandara Halim Perdanakusumah. Termasuk didalamnya, lanjut dia, menentukan solusi agar tak ada masalah baru yang dialami satu atau dua negara.

sikap Indonesia dala KTT tersebut, tutur SBY, yakni menginginkan agar semua kesepakatan dalam tiga pertemuan sebelumnya dilaksanakan. Kemudian, SBY melanjutkan, Indonesia juga menginginkan agar krisis di Eropa bisa diantisipasi dan diambil langkah bersama agar tak berdampak terlampau luas. Selanjutnya, Indonesia juga menginginkan agar perdagangan dan investasi global tetap terbuka. Termasuk putaran doha didalamnya. “Itu konklusif, (sebab) kalau tidak banyak negara termasuk Indonesia akan sulit menjalankan perdagangan yang adil,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement