Jumat 11 Jun 2010 04:15 WIB

Anggito: Pemerintah Memang Harus Diawasi

Rep: yoe/ Red: Krisman Purwoko
Anggito
Anggito

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Magister Manajemen UGM menggelar public lecture dengan menampilkan pembicara tunggal, Dr Anggito Abimanyu, dengan tajuk Ekonomi Politik Anggaran dan Dunia Usaha: Pengalaman Empiris 10 Tahun.Acara tak hanya menjadi paparan akademis, event ini juga dikemas menjadi edutainment dengan menampilkan tokoh-tokoh seniman seperti penyair Taufik Ismail, Butet dan pemusik Dwiki Darmawan.

Acara juga menjadi penyambutan atas keputusan Anggito untuk kembali pulang menjadi pengajar lagi di UGM setelah 10 tahun bekerja sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal di Departemen Keuangan. Dalam pidatonya, Butet bahkan menganggap keputusan Anggito untuk pulang kampung ke kampus UGM menjadi keputusan besar, karena lebih mengemukakan pertimbangan moral dan komitmen, dibandingkan dengan kehendak mencari jabatan di jajaran birokrasi.

Acara ini juga diisi dengan pembacaan puisi oleh Taufik Ismail, yang diciptakan khusus untuk Anggito -- dengan judul ''Kita Rindu Menaiki Gunung Cahaya''. Selain itu, Anggito juga tampil bermain musik bersama Dwiki, mempertujukkan kepiawaiannya bermain flute.

Pada presentasinya, Anggito lebih banyak menjelaskan teori tentang penyusunan APBN, dari pada mengungkapkan persoalan-perseoalan yang dialami selama terlibat dalam penyusunan APBN di negeri ini. Ia mengatakan adalah menjadi tugas pemerintah untuk menyusun RAPBN yang selanjutnya akan dibahas/disetujui bersama dengan DPR. ''Jadi ada anggota DPR juga membuat APBN, saya juga tak mengerti,'' kata Anggito.

Ia mengakui bekerja di Departemen Keuangan semakin memperkaya pengalaman hidupnya, yang ingin ia bagikan dengan dunia kampus. ''Memang ada senangnya, tapi saya juga merasa lelah, jengkel saat bertugas di sana,'' kata Anggito.

Menurut Anggito, selama 10 tahun ini telah banyak kemajuan yang dicapai negara ini dalam penyusunan APBN, sehingga juga berdampak meningkatkan kepercayaan luar negeri dan dunia usaha -- terutama dengan kepercaan luar negeri untuk memberi tambahan utang kepada pemerintah RI.

Selama 10 tahun di Depkeu, ia mengaku mengalami masa-masa yang sulit, dimana pemerintah harus memotong sekian banyak subsidi yang sebelumnya dianggarkan dalam APBN, seperti subsidi BBM. ''Tinggal saat ini, yang masih tinggi adalah subsidi untuk PLN (listrik),'' katanya.

Anggito sendiri terkesan membatasi diri untuk tidak berbicara ''miring'' berkaitan dengan apa saja yang terjadi dalam rangka penyusunan APBN di negara ini. Tapi ia mengakui, selain pemerintah, penyusunan APBN di negara ini sangat ditentukan oleh siapa yang mempunyai kursi terbanyak di DPR (partai politik), artinya penyusunan ini kental dengan kepentingan politik.

Tapi, katanya, selama 10 tahun ini ia dan rekan-rekan sekerja di BKF Depkeu sudah mencoba menciptakan bentuk kerjasama yang ideal antara Pemerintah dan DPR, sehingga terjadi hubungan yang harmonis dan konstruktif dalam pembahasan APBN. Ia juga setuju bahwa Pemerintah tak bisa dilepaskan sendiri saja menyusun APBN. ''KIta juga butuh DPR yang handal yang bisa mengontol Pemerintah, karena memang pemerintah harus diawasi,'' katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement