REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Usulan dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat sebesar Rp15 miliar per daerah pemilihan disinyalir bermuatan politis, karena diperkirakan mekanisme penyalurannya akan menggunakan logika politik, kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada AAGN Ari Dwipayana.
"Logika politik dalam hal ini adalah siapa yang akan memperoleh dana tersebut pasti mempunyai hubungan politik dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau politikus dan partai politik," katanya di Yogyakarta, Selasa.
Jadi, menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, modusnya bukan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan, tetapi untuk orang yang mempunyai kedekatan politik dengan anggota DPR atau partai politik.
"Dengan logika politik, proses penyaluran dana tersebut disinyalir akan dilakukan oleh organisasi yang dibentuk politikus atau orang-orang partai politik. Melalui penyaluran seperti itu tentu yang mendapatkan dana hanya orang yang memiliki hubungan politik atau konstituen," katanya.
Ia mengatakan politikus dan partai politik berkepentingan dengan dana itu, karena untuk membangun dukungan konstituen. Dana aspirasi tersebut akan digunakan untuk mendapatkan insentif atau dukungan politik dari konstituen.
"Politikus dan partai politik akan menggunakan dana aspirasi sebagai dana politik untuk meraih dukungan politik pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Dana itu untuk membangun hubungan politik dengan konstituen menghadapi Pemilu 2014," katanya.
Menurut dia, dana aspirasi itu akan membuat ketimpangan pembangunan antardaerah semakin lebar, karena tingkat keterwakilan dalam sistem "electoral threshold" berbasis penduduk.
Dengan sistem tersebut daerah tertinggal yang memiliki jumlah penduduk sedikit tidak akan mendapatkan porsi dana yang berimbang dibandingkan dengan daerah yang memiliki jumlah penduduk lebih besar.
"Berkaitan dengan hal itu, yang diperlukan bukan dana aspirasi melainkan proses pengintegrasian sumber daya pembangunan, karena pembangunan membutuhkan sin