REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta untuk menolak usulan Fraksi Partai Golkar atas dana Rp 15 miliar per anggota dewan per tahun untuk pembangunan daerah pemilihan. Usulan tersebut dinilai sebagai pembajakan uang rakyat berkedok dana aspirasi. Hal ini terangkum dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Ahad (6/6).
Munculnya usulan Fraksi Partai Golkar atas dana aspirasi bagi tiap anggota DPR dinilai sebagai usulan yang bombastis. Menurut peneliti ICW, Abdullah Dahlan, total dana aspirasi untuk 560 anggota DPR yang mencapai Rp 8,4 triliun itu akan sangat membebani APBN. Penolakan Menteri Keuangan (Menkeu) atas usulan ini dinilai tidak cukup karena nampaknya fraksi-fraksi di DPR akan satu suara menyetujui usulan ini.
Selain membebani APBN, usulan dana aspirasi yang notabene untuk kebutuhan anggota DPR jumlahnya mengalahkan anggaran yang ditujukan untuk rakyat. Abdulllah mencontohkan, anggaran untuk jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) di APBN jumlahnya hanya Rp 5,1 trilun. “Usulan anggaran ini tidak efisien, membebani APBN, dan untuk kepentingan anggota DPR sendiri,” tegas Abdullah.
Menurut Abdullah, usulan dana aspirasi bisa dimakanai sebagai pork barrel politic. Maksudnya, politisi berupaya populis di mata konstituennya namun menggunakan anggaran negara. Pork barrel politic biasaya hanya menguntungkan konstituen atau wilayah tertentu, sementara biaya yang dikeluarkan bersumber dari APBN.
Sementara itu peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam menilai, usulan dana aspirasi adalah persekongkolan jahat untuk merampok keuangan negara. Menurut Roy, sesuai undang-undang, kewenangan pengelolaan keuangan negara (kebijakan fiskal) berada pada pemerintah. Sementara dalam Undang-undang No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, lanjut Roy, tidak ada klausul DPR berwenang mendistribusikan anggaran negara. “Fungsi DPR adalah menyetujui atau tidak anggaran yang disusun pemerintah,” kata Roy.
Adapun Manajer Program Transparency International Indonesia (TII), Heni Yulianto, menambahkan, usulan dana aspirasi adalah proses menyuburkan politik uang. Menurut Heni, usulan dana aspirasi sebagai penegakan demokrasi di Indonesia bukanlah demokrasi dalam arti sebenarnuya namun demokrasi berdasarkan politik uang. “Caranya dengan mengguyur uang kepada pemilih,” tambah Heni.