REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah sempat mengingatkan MER-C, salah satu kelompok yang ikut dalam misi kemanusiaan di kapal Mavi Marmara ke Palestina, untuk berhati-hati terhadap berbagai risiko yang terjadi. MER-C memang sempat menghubungi Kementerian Luar Negeri sebelum berangkat mengikuti misi kemanusiaan.
"Sebelum berangkat MER-C sempat megnhubungi Kementerian Luar Negeri dan bahkan KBRI konon telah berkomunikasi dengan mereka yang intinya menghargai upaya kemanusiaan ini, namun di lain pihak mengingatkan tingkat bahaya yang dipikul misi seperti ini," kata Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, di Istana Negara, Senin (31/5).
Peringatan itu diberikan tanpa ingin mengesampingkan betapa mulianya misi kemanusiaan itu. "Tingkat risikonya sangat tinggi, dan sekarang kita bisa lihat dampaknya," ujar Marty. Oleh karenanya, Marty menilai pemberian bantuan ke wilayah berisiko itu bisa dikaji kembali atau dikelola ulang.
Marty mengingatkan, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. "Sekarang utamanya bagi kita memastikan keberadaan warga negara kita, siapa yang di kapal itu, berapa jumlahnya, siapa identitasnya, bagaimana kondisinya," ujar Marty menjelaskan.
Pelanggaran yang dilakukan Israel bukan hanya pada penyerangan kapal kemanusiaan. "Sebenarnya blokade Israel terhadap Gaza pun itu sendiri merupakan suatu pelanggaran hukum internasional," kata Marty. Artinya, tak ada dasar untuk menyergap, memblokade kapal, dan memblokade wilayah Gaza ini.
Mengenai pengumpulan informasi tentang kondisi WNI di kapal itu, Marty mengatakan, hal tersebut membutuhkan tindakan bersama. Selain informasi dari jalur formal seperti KBRI dan Kedutaan Palestina, masyarakat juga memberikan informasinya. "Tentu juga dengan khalayak, masyarakat kalau ada informasi rekannya yang berada di kapal, media mohon dibagi informasi kita," katanya.