REPUBLIKA.CO.ID,KUALA LUMPUR--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan akan mengumumkan nama calon menteri keuangan yang baru menggantikan Sri Mulyani Indrawati dalam waktu satu hingga dua hari ke depan. "Tunggu saja dalam satu dua hari ini akan segera saya umumkan. Dalam waktu dekat akan saya tentukan siapa menteri keuangan baru menggantikan Ibu Sri Mulyani Indrawati," kata Presiden dalam konferensi pers di Hotel JW Marriott Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa malam.
Kepala Negara mengatakan menteri keuangan baru itu pastinya akan bekerja sekeras dan secakap Sri Mulyani selama lima tahun terakhir. "Tentu tokoh itu yang saya pandang cakap untuk menangani kebijakan fiskal, melanjutkan reformasi pajak, reformasi bea cukai, dan meningkatkan akuntabilitas keuangan negara," tutur Presiden.
Figur yang dipilih untuk posisi Menkeu, lanjut dia, juga harus bisa berkontribusi dalam kerjasama ekonomi global seperti G20 dan APEC. "Dan tentunya di atas segalanya saya yakini integritasnya, kapabilitasnya," ujar Presiden.
Menurut Presiden, sosok yang ia pilih untuk menjabat menteri keuangan tentunya bukan orang yang asing dengan dunia keuangan dan juga penggerakkan sektor riil, moneter, dan kebijakan fiskal. "Insya Allah figur yang saya pilih memenuhi kriteria itu dan dengan demikian pasar saya harapkan bisa memberi respon positif," katanya.
Presiden dalam kesempatan tersebut membantah isu yang mengatakan dirinya sengaja melobi Bank Dunia agar Sri Mulyani terpaksa melepas jabatan menteri keuangan untuk menduduki posisi managing director di markas pusat Bank Dunia di Washington. "Wah, hebat betul SBY bisa lobi Bank Dunia," ujar Presiden.
Menurut dia, proses kepindahan Sri Mulyani ke Bank Dunia sangat gamblang dan terang bahwa Bank Dunia memang melirik menteri keuangan selama lima tahun itu dan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick pun akhirnya meminta secara resmi kepada Presiden melalui surat dan lisan. "Saya jelaskan seperti itu persoalannya. Tidak ada yang bisa menekan saya, tidak boleh ada yang menekan saya. Harus jernih mengangkat dan menghentikan menteri karena itu hak preogatif Presiden, tidak boleh ada kaitan dengan apa pun. Prosesnya terang dan kemudian semua bisa dipertanggungjawabkan," demikian Presiden.