Rabu 19 May 2010 02:47 WIB

KPK Sampaikan Kajian Potensi Korupsi Haji ke DPR

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tim Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa, menyampaikan hasil kajian potensi tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan ibadah haji ke Komisi VIII DPR RI.

"Itu disampaikan dalam forum rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi di Jakarta, Selasa.

Rapat akan dimulai pukul 14.00 WIB di ruang rapat Komisi VIII DPR di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, dan Wakil Ketua KPK M Jasin akan hadir dalam rapat itu didampingi Deputi Pencegahan KPK Eko S Tjiptadi dan anggota tim kajian pelaksanaan ibadah haji.

Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan 48 kelemahan sistem penyelenggaraan ibadah haji yang berpotensi korupsi. "Harus ada perbaikan terhadap 48 titik lemah dalam pelayanan ibadah haji dan berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi," kata Wakil Ketua KPK, M Jasin, beberapa waktu lalu.

Temuan itu adalah hasil kajian KPK sejak Januari 2009 sampai Maret 2010 terhadap penyelenggaraan ibadah haji pada musim haji 1430 Hijriah. KPK mengelompokkan 48 temuan itu dalam empat titik lemah pelaksanaan ibadah haji.

Kelompok yang memiliki paling banyak titik lemah (28 temuan) adalah aspek tata laksana ibadah haji. Jasin mencontohkan, paling tidak ada setoran awal biaya haji sebesar Rp 16 triliun dari 700 ribu calon haji yang tersimpan di sejumlah bank dan mendapatkan bunga.

Jasin kemudian menyoroti mekanisme transportasi ibadah haji karena telah terjadi pemborosan ongkos transportasi ibadah haji, terlihat pada penggunaan kursi pesawat terbang yang tidak sesuai dengan kapasitas.

Dia mencontohkan, pesawat terbang jenis Airbus memiliki kapasitas 440 tempat duduk, namun selama penyelenggara haji hanya menggunakan 325 kursi dengan alasan kenyamanan. Jasin berharap, penyelenggara haji menggunakan 400 tempat duduk untuk menghemat biaya perjalanan ibadah haji.

"Semakin banyak jumlah kloter yg diangkut, kan makin sedikit pesawat yang disewa. Di situ efisiensinya," kata Jasin.

Selain itu, KPK juga mengidentifikasi tujuh kelemahan dari sisi regulasi, antara lain  ketidakjelasan penyetoran dan format laporan sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji yang disetorkan ke Dana Abadi Umat.

Kemudian ada enam temuan kelemahan pada aspek kelembagaan, terutama karena ketidaksesuaian tugas yang diemban oleh petugas Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh. KPK menyatakan tugas itu tidak sesuai dengan kegiatan yang mereka lakukan di lapangan.

Sementara itu, tiga temuan lainnya terkait aspek manajemen sumber daya manusia, antara lain oleh minimnya petugas haji yang berpengalaman dalam komposisi petugas haji di Arab Saudi. Jasin menegaskan, nilai pemborosan akibat berbagai kelemahan itu cukup signifikan.  "Nilai inefisiensinya mencapai ratusan miliar rupiah," kata Jasin.

Menanggapi hal itu, Menteri Agama Suryadharma Ali tidak bersedia menyebut angka inefisiensi penyelenggaraan ibadah haji. "Angka-angka belum kami keluarkan karena masih dilakukan klarifikasi," kata Suryadharma.

Suryadharma juga membantah Kementerian Agama membayar sewa pesawat secara utuh, sebaliknya hanya membayar sesuai jumlah tempat duduk yang digunakan jAmaah haji.  Suryadharma juga menegaskan Dana Abadi Umat masih utuh.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement