Sabtu 15 May 2010 20:42 WIB

Kembalinya Bocah Sebatang Kara Bertemu Keluarga

Rep: C13/ Red: irf

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Neni (32 tahun) tak berani mengangkat kepalanya. Tatapan mata perempuan berambut sebahu itu tetap ke bumi. Padahal, di sekelilingnya ramai warga. Mereka menunggu detik-detik haru. Dengan langkah pelan, Neni mengarahkan kakinya ke empat orang yang tengah duduk di depan sebuah rumah reyot berlantai tanah.

Seorang nenek bernama Ni'mah (64 tahun) bersama ketiga anaknya: Dewi, Idawati, dan Suherna lekat-lekat menatap Neni. Ledakan histeris lantas hinggap ke Suherna. Ia berlari ke arah Neni. Air matanya tumpah. Raungannya membahana.

"Ini adalah kakak yang tak pernah saya temui," kata Suherna dengan haru, Kamis (13/5). Setelah 30 tahun terpisah, Neni akhirnya bisa melihat siapa sebenarnya ibunya dan keluarganya. Rumah reyot yang lembab itu pun lengkap berpenghuni.

Neni tercerabut dari keluarganya sejak berumur dua tahun. Ketika ayah dan ibunya berpisah, ia ikut sang ayah yang menikah lagi. Namun, di keluarga baru hidupnya tetap tak mulus. Hingga akhirnya sang ayah meninggal, Neni tinggal sebatang kara. Ia menggelandang ke berbagai tempat, sebelum akhirnya ditemukan mengerang kesakitan di kolong jembatan Masjid Istiqlal.

Menteri Sosial, Salim Segaf al Jufri, hadir di antara warga sekitar. Bersama Tim Reaksi Cepat (TRC) Kementerian Sosial, ia mengantar Neni kembali ke rumahnya di RT 02/06 Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo, Kota Depok.

Mensos mengatakan, Kementerian Sosial menemukan Neni beberapa waktu lalu. Lokasi penemuannya pun ajaib. Di kolong jembatan Masjid Istiqlal. Saat ditemukan, Neni dalam kondisi menyedihkan. ''Ia sakit parah,'' kata Mensos.

Neni adalah salah satu dari sekian banyak orang hilang yang berhasil dipulangkan TRC Kemensos. Ketua TRC, Nahar, mengatakan, saat ini timnya memiliki anggota sebanyak 300 orang yang tersebar di penjuru Indonesia. Di mana ada Dinas Sosial atau panti sosial atau balai sosial, di situ berdiri TRC.

Masyarakat bisa memanfaatkan jasa TRC dengan mendatangi lokasi di atas atau menghubungi call centre TRC di nomor telepon 129. Tiap bulan, kata Nahar, timnya minimal menangani dua kasus orang hilang.

Mereka bekerja sama dengan polisi serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat untuk menangani kasus orang hilang. Langkah-langkah awal yang mereka lakukan saat ingin mengembalikan orang hilang adalah membuat pengumuman di lokasi umum, kantor-kantor Kemensos, dan memasang iklan di media.

Nahar mengakui, dalam banyak hal untuk mengembalikan orang hilang, pihaknya bersifat menunggu. Ia mengklaim sejauh ini tidak ada kesulitan dalam menolong orang-orang yang tidak tercatat dalam Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. "Yang penting adalah kita harus menolong orang itu sesegera mungkin," katanya.

Asal-muasal TRC Kemensos, papar Nahar, berdiri saat lepasnya Timor Leste dari Indonesia pada 1999. Kala itu, banyak pengungsi Timor Leste di wilayah Indonesia. Di antara para pengungsi ini, terselip ribuan anak-anak yang terpisah dari keluarganya.

Keberadaan TRC kembali diuji saat terjadi bencana tsunami Aceh pada 2004. Ribuan anak-anak juga jadi korban. Saat itu, TRC berhasil menyelamatkan 80 anak yang diduga hendak dijual ke luar negeri.

"Kita sering menengarai adanya traficking anak-anak pada saat bencana terjadi,'' kata Nahar.  Karena bersinggungan dengan bisnis hitam jual beli manusia inilah, TRC kerap menerima ancaman. ''Ada pihak-pihak yang tidak menyukai tugas TRC,'' katanya. Namun, ia menegaskan, ancaman tak menghalangi kerja timnya menolong anak-anak yang hilang.

Selain itu, Nahar mengaku memperoleh banyak pengalaman berkesan. Terutama saat timnya berhasil melacak orang yang sudah delapan tahun hilang. Orang tersebut, merupakan salah satu  korban dugaan traficking dan penghilangan identitas. "Kini dia sudah tinggal bersama keluarganya. Dan sekarang mendapat jaminan sosial dari pemerintah."

Dalam kasus Neni, Kemensos tak sekadar mengembalikannya. Mensos juga memberikan dua bantuan pada keluarga Ni'mah. Bantuan pertama berupa uang sebesar Rp 10 juta untuk memperbaiki rumah reyotnya. Bantuan kedua adalah uang Rp 2,5 juta untuk modal awal memperbaiki keuangan keluarga Ni'mah.

Ketua RW 06, Abdul Rozak, mengakui, keluarga Ni'mah bukanlah keluarga yang sejahtera. Dengan mata pencarian sebagai pedagang asongan, penghasilan Ni'mah dan anak-anaknya kerap tak tentu. "Kadang-kadang, warga sekitar juga suka membantu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement