REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak ada masalah hukum di perkara Raymond. Margiono, Koordinator Advokasi Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menilai perkara perdata Raymond bukan kategori perkara hukum. "Yang dipermasalahkan adalah berita, seharusnya bisa diselesaikan di Dewan Pers," ujarnya pada Selasa, (11/5).
Namun, Margiono mengaku heran karena justru dewan pers juga digugat. "Aneh juga kok dewan pers ikut digugat," ujarnya. Padahal, lanjutnya, perkara pemberitaan ini bisa selesai lewat hak jawab.
Margiono beranggapan majelis hakim bisa saja melihat kembali perkara bahkan menolak gugatan yang diajukan. "Keputusan itu bisa diambil saat putusan sela terjadi," ujarnya. Ia curiga ada kesalahan di majelis hakim saat perkara ini bergulir.
Menurutnya, ada tiga kemungkinan yang bisa diambil majelis hakim saat putusan sela. Pertama, perkara ditolak karena tidak ada masalah hukum didalamnya. Kedua, gugatan tidak diterima yang berarti di dalam gugatan ada maslah hukum tetapi teknis masalah gugatan perlu diperbaiki. Ketiga, perkara diterima dan gugatan dilanjutkan. "Seharusnya hakim bisa menolak gugatan karena tak ada masalah hukum di sana," katanya.
Selain itu, Margiono beranggapan gugatan perkara perdata Raymond pada tujuh media dinilai bukan sekadar meminta ganti rugi. Ia mengatakan gugatan ini sebagai upaya menimbulkan efek ketakutan pada pers. "Bukan tentang uangnya, tapi efek ketakutan yang ingin ditimbulkan," katanya.
Menurutnya, gugatan ini bisa saja membuat pers enggan membuat berita yang kritis. "Pola ini sengaja dibuat oleh orang-orang yang tidak suka dengan pemberitaan pers," katanya. Oleh karena itu, dibuatlah gugatan hukum sebagai bentuk tekanan.
Seharusnya, ujar Margiono, pers tidak bisa digugat. Apalagi terkait dengan pemberitaan perjudian dan penangkapan Raymond oleh polisi pada Oktober 2008 lalu. "Raymond ditangkap polisi, itu adalah fakta," katanya. Pers pun bisa memberitakan hal tersebut. "Perihal terbukti bersalah atau tidaknya Raymond dalam perjudian di Hotel Sultan, itu lain soal."