SURABAYA--Makin maraknya pembangunan pasar modern (ritel) menjadi ancaman serius keberadaan pasar tradisional. Pasalnya, pertumbuhan pasar modern kian tak terkendali sehinga menggusur pasar tradisional.
Kondisi itu diperparah dengan banyaknya pemerintah daerah (pemda) yang mengabaikan peraturan penataan pasar modern dan pasar tradisonal yang dibuat pusat. Kondisi memprihatinkan itu diungkapkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Menurut KPPU, penggusuran pasar tradisional itu terjadi karena hampir semua pemerintah daerah (pemda) tidak tegas, bahkan mengabaikan peraturan terkait penataan pasar modern dan pasar tradisional. ''Saat ini pasar tradisional sudah mulai tergusur ritel modern. Kondisi itu diperparah dengan diabaikiannya peraturan pusat oleh pemda dengan alasan otonomi,'' kata anggota KPPU, Didiek Akhmadi, di Surabaya, Jumat (7/5).
Menurut data yang dihimpun KPPU, saat ini ada 13.450 pasar tradisional di Indonesia yang jumlah pedagangnya mencapai 12,6 juta orang. Namun, pertumbuhan pasar tradisional semakin hari kian menurun. Dari data lembaga survei AC Nielsen di tahun 2000 pangsa pasar tradisional mendominasi hingga 65 persen. ''Tapi, pada 2008 ritel modern sudah mulai mendominasi dengan pangsa 53 persen,'' ungkap Didiek.
Ironisnya, lanjut dia, meski keberadaan pasar tradisional terancam mati, pemda seakan tidak peduli. Buktinya, hingga saat ini dari 460 kabupaten/kota dan 33 Provinsi di Indonesia, baru empat pemda yang memiliki peraturan daerah (perda) terkait pasar modern. Daerah tersebut adalah Pemkot Denpasar, Pemkot Surabaya, Pemkot Bandung, dan Pemprov Jatim.
Ia menjelaskan, selama ini sudah ada Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern. Ada pula Peraturan Menteri Perdagangan No. 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern.
''Namun, penerapan di lapangan tidak berjalan efektif, sehinga masih banyak pemda yang mengabaikan aturan-aturan tersebut karena merasa punya otonomi atas daerahnya masing-masing. Jika ini dibiarkan, maka kematian pasar tradisional tinggal menunggu waktu,'' kecamnya.