JAKARTA--Lima lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan 40 stakeholders di lima kota usulkan alokasi dana khusus untuk penanganan anak konflik hukum (AKH). Lima LSM tersebut meliputi Pusaka Indonesia Medan, RJWG Aceh, Komnas Perlindungan Anak, LAHA Bandung, SCCC Surabaya. Dan 40 stakeholders di antaraya meliputi profesional hukum, institusi pemerintah, dannon pemerintah.
Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia, Edy Ikhsan, memaparkan, untuk menangani kasus AKH memang perlu ada dana khusus. Dan juga adanya layanan khusus bagi AKH.
''Karena memang perlu ada perlakuan khusus menghadapi AKH. Mereka tidak bisa diperlakukan layaknya penyidik melakukan penyidikan kepada orang dewasa,'' tutur di di sela pembahasan rekomendasi dalam focus group discussion (FGD) kepada Kapolri di Jakarta, Rabu (5/5). Seperti misalnya melakukan pendampingan saat dilakukan proses penyidikan di Kepolisian
Diungkapkan Edy, hasil asesment di lima kota mencatat bahwa setiap ada laporan kriminal dengan anak sebagai pelaku disidik di unit masing-masing sesuai kasus yang mereka lakukan. Seharusnya, setiap laporan kriminal di mana anak sebagai pelaku harus ditangani oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) yang ada di setiap Polres.
Kendala lain yang dihadapi saat kasus anak masuk ke kepolisian ialah masalah dana transportasi untuk menyidik anak yang berkonflik dengan hukum. Terkadang menurut pemaparan salah satu anggota PPA asal Medan, penyidik harus merogoh kocek sendiri karena memang tidak ada dana khusus untuk kasus anak jika ditangani Unit PPA.
Selain itu diusulkan juga disediakan ruangan khusus bagi proses penyidikan anak sebagai pelaku kriminal. Begitu juga disediakan ruang tahanan khusus bagi mereka.''Karena menangani anak sebagai pelaku kriminal harus dengan pendekatan berbeda dan tidak bisa dicampur dengan pelaku dewasa,'' tutur Edy.
Namun tidak tersedianya ruangan tahanan khusus selama penyidikan terhadap AKH juga terjadi pada saat anak menghabiskan masa tahanan di lembaga pemasyarakatan. Saat ini diakui oleh Kepala Lapas Anak Tangerang, Priyadi, bahwa jumlah narapidana anak tidak sebanding dengan jumlah lapas anak yang ada. Ada sekitar 7.500 narapidana anak tapi hanya tersedia 16 lapas anak di seluruh Indonesia. Sehingga seringkali narapidana anak dicampur dengan narapidana dewasa di lapas dewasa maupun lapas perempuan.