JAKARTA--Menjelang Hari Buruh se-Dunia, Aliansi Junalis Independen (AJI) kembali merilis hasil survei upah layak wartawan tahun ini, yakni sebesar Rp 4,6 juta per bulan. Angka ini meningkat Rp 100 ribu jika dibanding hasil survei tahun sebelumnya.
Angka upah layak wartawan didapat dari hasil survei terhadap sejumlah kebutuhan sehari-hari wartawan. Peningkatan kebutuhan wartawan yang cukup signifikan terjadi pada komponen makan. Sedangkan peningkatan untuk komponen lain relatif lebih kecil.
Meski demikian, kenaikan tersebut hanya berkisar 2,1 persen. Jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat inflasi tahun 2010 yang besarannya dipatok di angka 5,7 persen.
Survei terhadap sejumlah produk kebutuhan hidup dilakukan di dua mini market, yaitu Indomart dan Alfamart sejak dua bulan lalu. Tapi tentu saja tidak semua kebutuhan dapat ditemui di kedua gerai tersebut. ''Beberapa kebutuhan lain seperti sandang dan kebutuhan elektronik kami survei dengan menyambangi sejumlah pasar tradisional dan pasar modern,'' ujar Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta, Riky Ferdianto, Jumat (30/4).
Riky menjelaskan, untuk menentukan harga yang tepat, tim survei memilih angka rata-rata dari hasil survei yang ada. ''Dari hasil survei tersebut, nilai nominal yang kami peroleh untuk upah layak tahun ini berada di angka Rp 4,6 juta,'' jelasnya.
Wartawan ada yang digaji Rp 1 juta
Tak hanya itu. AJI Jakarta juga kembali merilis hasil survei gaji jurnalis Jakarta. Parameter yang digunakan mengacu pada upah yang diperoleh seorang jurnalis yang baru saja diangkat menjadi karyawan tetap. Adapun besaran gaji yang disurvei merupakan gaji pokok plus tunjangan tetap yang diperoleh jurnalis setiap bulannya (THP).
''Hasilnya cukup mencengangkan. Sebagian jurnalis ternyata masih ada yang digaji di kisaran Rp 1 juta dan adapula yang telah bekerja selama lebih dari dua tahun namun belum juga diangkat menjadi karyawan tetap,'' kata Ketua AJI Jakarta, Wahyu Dhyatmika.
Wahyu berharap kampanye upah layak wartawan bisa dijadikan panduan bagi jurnalis dalam menegosiasikan kebijakan pengupahan di perusahaan masing-masing dan memecahkan kebuntuan atas polemik standar upah bagi jurnalis lajang di Jakarta.
''Apa yang sedang kami perjuangan ini tentu tidak akan menemukan hasil apapun jika tidak disambut dengan kesadaran kelas pekerja untuk ikut memperjuangkan nasib mereka sendiri,'' jelas Wahyu.
Wahyu juga mengecam segala bentuk eksploitasi terhadap buruh media. ''Kami juga mengapresiasi perusahaan media yang telah memenuhi standar upah layak,'' tandasnya.