Jumat 24 Nov 2023 08:18 WIB

1 Persen Orang Terkaya di Dunia Sumbang Emisi Karbon Cukup Besar

Emisi karbon dari para elite dunia sebanyak dua pertiga dari populasi orang miskin.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Jumlah emisi karbon dari para elite dunia sebanyak dua pertiga dari populasi masyarakat miskin.
Foto: www.freepik.com
Jumlah emisi karbon dari para elite dunia sebanyak dua pertiga dari populasi masyarakat miskin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah laporan terbaru mengungkap bahwa para elite global secara tidak proporsional mempercepat perubahan iklim, dengan 1 persen orang terkaya di dunia melepaskan emisi karbon sebanyak dua pertiga dari populasi miskin. Laporan ini diterbitkan oleh The Guardian, bekerja sama dengan badan amal internasional Oxfam dan Stockholm Environment Institute.

Para peneliti menemukan bahwa dari seluruh emisi karbon di dunia pada tahun 2019, 16 persen di antaranya dihasilkan oleh 1 persen orang terkaya di seluruh dunia - kelompok yang mencakup miliarder, jutawan, dan mereka yang berpenghasilan lebih dari 140 ribu dolar AS (Rp 2,1 miliar) per tahun. Menurut analisis terbaru, kontribusi mereka sama dengan emisi dari 66 persen orang termiskin di dunia atau sekitar 5 miliar orang. 

Baca Juga

Laporan tersebut juga menemukan bahwa 10 persen orang terkaya di seluruh dunia menyumbang sekitar setengah dari emisi karbon pada tahun 2019.

"Diperlukan waktu sekitar 1.500 tahun bagi seseorang yang berada di kelompok 99 persen terbawah untuk menghasilkan karbon sebanyak yang dihasilkan oleh miliarder terkaya dalam satu tahun. Hal ini pada dasarnya tidak adil," ujar Chiara Liguori, penasihat senior kebijakan keadilan iklim Oxfam, seperti dilansir CBS, Jumat (24/11/2023). 

Jumlah emisi karbon dioksida yang dihasilkan oleh 1 persen orang terkaya di dunia pada tahun 2019 yakni 5,9 miliar ton, cukup untuk mengubah suhu global dan menyebabkan kematian sekitar 1,3 juta orang, dengan mengutip metodologi yang digunakan secara luas yang dikenal sebagai "mortality cost of carbon”.

Laporan ini juga menyoroti bahwa hanya 12 miliarder terkaya di dunia yang telah menyumbangkan hampir 17 juta ton emisi dari rumah, transportasi, kapal pesiar, dan investasi. Jumlah itu disebut-sebut setara dengan 4,5 pembangkit listrik tenaga batu bara dalam satu tahun.

Di urutan teratas dalam daftar tersebut adalah Carlos Slim Helu, yang menurut Forbes memiliki kekayaan bersih sebesar 94,7 miliar dolar As. Ia diikuti oleh Bill Gates, Jeff Bezos, pendiri Google Larry Page dan Sergey Brin, serta pengusaha ritel mewah Bernard Arnault.

Profesor ekologi dari Oregon State University, William Ripple, yang juga direktur Alliance of World Scientists, mengatakan bahwa metodologi dan temuan-temuan dalam laporan ini konsisten dengan beberapa literatur ilmiah yang telah ditelaah oleh rekan sejawat.

"Ketidaksetaraan karbon dan keadilan iklim merupakan isu utama. Untuk mengatasi perubahan iklim, kita harus secara dramatis mengurangi ketidaksetaraan dan memberikan dukungan serta kompensasi iklim kepada daerah-daerah yang kurang mampu,” kata Ripple.

Bulan lalu, Ripple dan tim ilmuwan lainnya menerbitkan sebuah makalah yang menemukan bahwa Bumi berada di zona yang belum dipetakan. Mereka menemukan beberapa rekor tertinggi sepanjang masa terkait perubahan iklim dan pola bencana terkait iklim yang sangat memprihatinkan. Mereka juga menemukan bahwa upaya untuk mengatasi masalah-masalah ini hanya mengalami kemajuan yang minim.

Laporan The Guardian dan Oxfam menyerukan sejumlah langkah untuk membantu umat manusia membebaskan diri dari jebakan iklim dan ketidaksetaraan, termasuk transisi ke sumber energi terbarukan. Laporan tersebut juga menyarankan pajak sebesar 60 persen atas pendapatan 1 persen orang terkaya di dunia, yang menurut laporan tersebut akan menghasilkan pengurangan emisi global sebesar 700 juta ton.

Sebelumnya, Program Lingkungan PBB (UNEP) menyatakan bawah negara-negara semakin tertinggal dalam hal investasi hijau yang dibutuhkan untuk menanggapi perubahan iklim.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, jika tidak ada perubahan, pada tahun 2030 emisi akan mencapai 22 gigaton lebih tinggi daripada batas 1,5 derajat Celcius. Diperkirakan bahwa dunia akan melampaui tingkat tersebut dalam lima tahun ke depan.

"Semua ini merupakan kegagalan kepemimpinan, pengkhianatan terhadap mereka yang rentan dan kesempatan besar yang terlewatkan. Energi terbarukan tidak pernah lebih murah atau lebih mudah diakses, Laporan ini menunjukkan bahwa kesenjangan emisi lebih mirip canyon emisi, canyon yang dipenuhi dengan janji-janji yang tidak ditepati dan pengrusakan,” ujar Guterres. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement