Rabu 26 Jul 2023 12:28 WIB

TPA Piyungan Ditutup, DLH Sleman Ingatkan Masyarakat tak Bakar Sampah

Perilaku membakar sampah akan membuat kondisi alam semakin parah.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Pemulung mencari sampah daur ulang pada tumpukan sampah pembuangan terakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Bantul, Yogyakarta, Senin (24/7/2023). Pemerintah Daerah (Pemda) Yogyakarta dan Pemkot Yogyakarta menutup operasional TPA Piyungan mulai 23 Juli hingga 5 September karena zona pembuangan sampah penuh dan melebihi kapasitas. Sedangkan tampungan sampah yang baru masih dikerjakan hingga awal Oktober mendatang. Sehingga untuk pengelolaan sampah untuk sementara akan dikembalikan kepada kabupaten/ kota masing-masing.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pemulung mencari sampah daur ulang pada tumpukan sampah pembuangan terakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Bantul, Yogyakarta, Senin (24/7/2023). Pemerintah Daerah (Pemda) Yogyakarta dan Pemkot Yogyakarta menutup operasional TPA Piyungan mulai 23 Juli hingga 5 September karena zona pembuangan sampah penuh dan melebihi kapasitas. Sedangkan tampungan sampah yang baru masih dikerjakan hingga awal Oktober mendatang. Sehingga untuk pengelolaan sampah untuk sementara akan dikembalikan kepada kabupaten/ kota masing-masing.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH)  Kabupaten Sleman, Epiphana Kristiyani mengingatkan masyarakat untuk tidak membakar sampah imbas tutupnya TPA Piyungan. Menurutnya perilaku membakar sampah justru hanya akan membuat kondisi alam semakin parah.

"Jangan membakar sampah, karena kalau sampah  itu dibakar panjenengan akan membuat banyak gas rumah kaca," kata Epiphana kepada wartawan, Selasa (26/7/2023).

Baca Juga

Menurutnya sampah organik yang dibakar bersamaan dengan sampah anorganik akan menyebabkan pembakaran sampah menjadi tidak sempurna. Ia menuturkan gas rumah kaca akan membuat suhu di bumi semakin panas.

"Kalau terlalu banyak gas rumah kaca di atmosfer nanti bumi akan panas. Kalau bumi panas es di kutub akan mencair. Mungkin sekarang gejala-gejala itu sudah muncul banyak tempat di kutub yang sekarang esnya sudah mencair sehingga menimbulkan kenaikan permukaan air laut. Ini hati-hati," ungkapnya.

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa plastik yang ada di Indonesia dibuat dengan bahan yang tidak ramah lingkungan. Sampah plastik yang dibakar menurutnya justru memunculkan gas dioxin yang berbahaya bagi tubuh.

"Ayolah kita gunakan momen ini untuk kita berubah. Karena kan kita harus menjaga bumi ini dengan baik. Nanti kalau bumi penuh dengan sampah nanti generasi yang akan datang apakah bisa menikmati lingkungan yang kita nikmati sekarang? Kalau sampai tidak kasihan," ucapnya. 

Ia berharap masyarakat aktif dalam memilah sampah. Sebagaimana Surat Edaran Bupati, masyarakat diminta untuk menimbun sampah organik di jugangan, untuk pakan ternak, dibuat kompos, serta dibuat ecoenzym.

"Sampah anorganik dapat dibawa ke lembaga pengelolaan sampah seperti TPS3R, Bank Sampah, atau pelapak sampah," bunyi surat edaran tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement