Kamis 08 Jun 2023 18:20 WIB

Jalan di Tengah Polusi Udara, Ini yang akan Terjadi pada Tubuh

Jika kualitas udara terus buruk, itu merupakan kabar buruk bagi tubuh.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
Warga beraktivitas dengan latar belakang gedung bertingkat yang terlihat samar karena polusi udara. Polusi udara memberikan dampak negatif bagi tubuh.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga beraktivitas dengan latar belakang gedung bertingkat yang terlihat samar karena polusi udara. Polusi udara memberikan dampak negatif bagi tubuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berjalan kaki merupakan salah satu cara agar tubuh tetap sehat dan pikiran tetap bugar. Namun dengan udara yang berpolusi seperti di Jakarta, misalnya, apakah itu baik bagi kesehatan atau malah memperburuknya?

Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat mengevaluasi apa yang harus dilakukan jika udara di luar rumah buruk. “Tingkat polusi udara, status kesehatan seseorang, waktu berada di luar rumah, serta intensitas berjalan, semuanya penting untuk dipertimbangkan,” kata para ahli dilansir laman Best Life, Kamis (8/6/2023).

Baca Juga

Badan tersebut mencatat, tidak ada jawaban yang pasti apakah aman atau tidak untuk berjalan-jalan di luar rumah dengan udara berpolusi. Buka Airnow.gov untuk memeriksa tingkat polusi udara saat ini di wilayah tempat tinggal kita.

Jika berada di zona merah atau lebih buruk lagi, maka EPA merekomendasikan untuk menghindari aktivitas luar ruangan yang berat, mempersingkat aktivitas yang tidak terlalu berat, dan memindahkan aktivitas fisik di dalam atau menundanya sampai udara bersih.

Perlu diperhatikan juga bahwa orang dengan penyakit jantung atau paru-paru, orang lanjut usia, anak-anak, dan remaja, disarankan untuk sepenuhnya menghindari aktivitas fisik di luar ruangan jika polusi udara sangat buruk. Jika ingin memaksakan, berikut adalah beberapa hal yang terjadi pada tubuh jika berjalan dalam kondisi udara buruk:

1. Mata dan tenggorokan mungkin terasa iritasi

“Yang terbaik adalah menghindari atau membatasi waktu di luar ruangan saat kualitas udara seburuk itu, terutama orang-orang yang termasuk dalam kelompok sensitif," kata peneliti dan pakar kualitas udara, Jie Zhao.

Jika berani keluar, hal pertama yang mungkin terjadi adalah kita akan merasakan efek asap api di mata dan tenggorokan. “Dalam jangka pendek, jika kita adalah orang dewasa yang sehat, mungkin akan mengalami sakit tenggorokan dan mata gatal akibat iritasi. Jika termasuk dalam salah satu kelompok sensitif, mungkin akan mengalami batuk, mengi, sulit bernapas, dan dalam kasus yang parah, masalah jantung yang serius,” jelasnya.

2. Sinus dan paru-paru terasa sakit

Sebagian besar dari kita menghirup virus, kuman, alergen, dan zat yang berpotensi beracun setiap hari, terutama jika kita tinggal di perkotaan. Tapi tambahan asap dari kebakaran hutan dapat benar-benar meningkatkannya dan memiliki efek yang lebih besar pada paru-paru.

"Hidung adalah jendela ke paru-paru. Paparan terhadap kebakaran hutan dan volatile organic compounds (VOC) atau senyawa organik yang mudah menguap, dapat merusak jaringan halus hidung, sinus, dan terutama paru-paru," kata CEO Silicon Valley Inventions, Gail Lebovic.

3. Organ vital bisa rusak dalam jangka panjang

Jika kualitas udara terus buruk, itu juga kabar buruk bagi tubuh. “Dalam jangka panjang, partikel halus yang kita hirup dari asap dapat menyebabkan lebih banyak kerusakan, karena dapat tetap berada di paru-paru dan bahkan memasuki aliran darah, akhirnya menuju ke organ tertentu, seperti dinding jantung,” kata Zhao.

Tetapi ada cara agar bisa tetap berjalan dengan aman meski dalam tempat dengan kualitas udara buruk. Jika tinggal di tempat yang terkena dampak kebakaran hutan, bisa menggunakan masker. Namun, Zhao mengatakan bahwa masker kain dan masker bedah tidak terlalu efektif. "N95 yang dipasang dengan benar adalah satu-satunya jenis masker yang dapat secara signifikan mengurangi jumlah partikel halus (PM2.5) yang kita hirup," kata dia.

Berjalan-jalan dalam waktu singkat dan pada waktu siang hari. "Konsentrasi partikulat umumnya lebih buruk di malam hari," kata Direktur Laboratorium Fisiologi Lingkungan di University of British Columbia, Michael Koehle.

Dia menjelaskan, asap mengendap lebih dekat ke tanah seiring berjalannya hari, dan tidak mulai terangkat hingga setelah matahari terbit keesokan harinya. Jadi jika biasanya berjalan-jalan di sore atau malam hari, mungkin perlu dipikirkan ulang apalagi dalam kondisi udara berpolusi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement